"Cukup banyak. Ribuan orang," ucapnya.
Selepas dari situ, ia lalu dipisahkan ke Pulau Nusakambangan hingga 'dibuang' di Pulau Buru.
Setiap tempat itu tak jauh beda perlakuan tentara kepadanya. Ia mengalami penyiksaan yang bertubi-tubi.
Dipukul dengan rotan, ditendang hingga dilempar pistol. Hampir menjadi makanan kesehariannya saat menjadi tahanan politik (tapol) .
Baca Juga:Kisah Kelam G30S PKI di Sumut, Prahara Politik Berujung Pembantaian Massal
"Di Jawa, di Pulau Buru ya sudah kenyang disiksa," kata dia.
Di pulau Buru, ia mengaku sempat bertemu banyak tokoh, macam Pramoedya Ananta Toer dan berbagai tokoh lainya.
Ada ribuan yang dipenjara. Ia tak tahu berapa jumlah pasti yang dipenjara di sana dengannya. Yang jelas ada 21 asrama.
"Paling sedikit 500 orang. Paling banyak 3.000 orang setiap asramanya," katanya.
Selain disiksa, ia dan tahanan yang lainnya diwajibkan menggarap sawah. Tentunya tanpa bagi hasil atau upah. Semua hasil panen dirampas tentara.
Baca Juga:Isu PKI Digoreng Gatot Nurmantyo Kembali, Eks Pangkostrad Angkat Bicara
Banyak insiden yang membuatnya putus asa hidup di pulau ini. Ratusan orang tahanan tewas di pulau karena penyiksaan, kelaparan, sakit ataupun bunuh diri akibat tekanan mental.