Hilang dan Menjadi Daratan, Ini Sejarah Selat Muria di Jawa Tengah

Selat muria tidak hanya dongeng, apakah perairan tersebut benar-benar ada?

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 29 Oktober 2021 | 17:41 WIB
Hilang dan Menjadi Daratan, Ini Sejarah Selat Muria di Jawa Tengah
Ilustrasi keberadaan Selat Muria yang pernah ada, akankah kembali muncul setelah Kabupaten terancam tenggelam [Solopos/Instagram/@patisakpore]

Semburan Air Bercampur Lumpur dari Tempat Pengeboran Sumur

Dikutip dari berbagai sumber, sebuah fenomena alam terjadi yang ada kaitannya dengan keberadaaan Selat Muria.

Tercatat pada 2014 lalu, warga Dukuh Sarimulyo, Desa  Wotan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, digemparkan dengan semburan di area pengeboran sumur yang kedalamannya mencapai 140 meter,

Semburan itu berupa air bercampur lumpur yang menyembur setinggi sekitar 20-25 meter bersamaan dengan bau gas menyengat yang menyergap.

Baca Juga:Cuaca Ekstrem, BPBD Cilacap Minta Masyarakat untuk Meningkatkan Waspada Bencana

Semburan ini tidak begitu saja berhenti. Hari kedua, semburan masih terjadi namun tinggi semburan menurun menjadi 15 meter dengan air yang lebih jernih. Setelah tiga hari, semburan akhirnya berhenti dengan sendirinya dan air mengalir begitu saja tanpa menyembur.

Rumah-rumah yang berjarak 20 km dari semburan sempat terdampak namun hanya lumpur yang melumuri rumah saja.

Meskipun demikian, fenomena semburan lumpur membuat warga di sekitar semburan sempat mengungsi. warga smepat panik karena kejadian semburan ini bakal mirip seperti perisitiwa lumpur Lapindo di Sidoarjo yang muncul semenjak 2006  silam dan saat itu belum menunjukan tanda-tanda berhenti.

Kepala Badan Geologi yang saat itu menjabat, Surono menuturkan bahwa air yang keluar dari sumur bor cenderung bersifat basa dengan pH 8,4 dan bersuhu rendah, yakni 31,1 derajat celcius, Pengukuran komposisi gas dengan menggunakan radas Draeger ini memperlihatkan dominannya kadar gas metana, yakini maksimum 76 persen LEL (Low Explosive Level) dan rata-rata 35 persen LEL.

Gas-gas lain seperti karbondioksida, sulfurdioksida dan hidrogen sulfida absen/tak terdeteksi. Meski semburan sudah berhenti, namun tim menemukan di lokasi masih terjadi gelembung-gelembung gas berintensitas rendah.

Baca Juga:Upacara Peringatan Sumpah Pemuda, Gubernur Ganjar Pilih Jadi Peserta

Sebelumnya, warga Dukuh Sarimulyo melakukan pengeboran sumur untuk mencari sumber air sebagai upaya pemenuhan air bersih selama musim kering yang panjang.

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Selat Muria merupakan perairan purba yang kemudian mengalami pendangkalan dari proses sedimentasi material beberapa sungai yang bermuara di daerah yang sekarang disebut Grobogan, Demak, Kudus, dan Pati. Selain itu pendangkalan itu juga disebabkan karena longsoran letusan Gunung Muria.

Proses pendangakalan Selat Muria diperkirakan sudah terjadi sejak abad ke-13 di mana secara berangsur-angsur, terjadi penyusutan perairan di Selat Muria. Material sedimentasi itu diperkirakan berasal dari Kali Jragung, Tuntang, Serang, Lusi dan Juwana yang membawa material tanah dan bebatuan sehingga perairan selat berubah menjadi daratan. Pada abad ke-17, proses sedimentasi akhirnya membuat Gunung Muria dan Pulau Jawa menyatu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak