SuaraJawaTengah.id - Indonesia selalu dipimpin oleh orang-orang dari suku Jawa. Dari Presiden Soekarno hingga Joko Widodo memiliki garis keturunan orang jawa.
Selama 76 tahun berdiri, Indonesia telah dipimpin oleh tujuh presiden. Salah satu presiden yang bukan dari Suku Jawa adalah almarhum B.J Habibie yang lahir di Gorontalo, tetapi masih memiliki garis keturunan Jawa dari ibunya yang asalnya dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Saat itu beliau ditunjuk sebagai presiden di tengah situasi darurat karena adanya vacuum of power yang menyebabkan Presiden Soeharto harus mundur dari kursi kepresidenan yang diduduki selama 32 tahun.
Dari fakta ini, timbul pertanyaan mengapa Presiden Indonesia hampir semua memiliki latar belakang Suku Jawa? Jusuf Kalla sempat berkelakar mungkin butuh sekitar 100 tahun sejak Indonesia merdeka untuk memiliki presiden dari luar Jawa. Hal ini sejalan dengan pengalamannya yang kalah dalam tiga kali pilpres.
Baca Juga:Sidang Perdana Gugatan Korban Pinjol Terhadap Jokowi Ditunda
Menyadur dari Solopos.com, Guru Besar Sosiolinguistik Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M. Si, berpendapat permasalahan tentang perbedaan agama, suku, dan bahasa, dalam memilih calon presiden di Indonesia adalah hal yang tidak relevan.
Menurutnya, Indonesia adalah negara yang didirikan atas kesepakatan untuk bersatu di atas perbedaan etnis, bahasa, budaya, serta agama. Oleh sebab itu menurutnya dalam tulisan bertajuk Haruskah Presiden Orang Jawa yang diterbitkan di situs resmi UIN Malang, sosok presiden yang disebut harus dari Suku Jawa adalah hal aneh.
Apalagi dalam undang-undang tidak ada satu kata pun yang menyebut presiden harus dari suku Jawa.
Dia berharap semestinya bangsa Indonesia lebih dewasa dalam menentukan calon pemimpin. Kriteria untuk menjadi presiden utamanya adalah sosok yang tepat, siapapun dia dan dari manapun asalnya, yang dapat memajukan negara ini dan mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang disegani di dunia internasional.
Meskipun demikian, sampai saat ini dominasi orang Jawa dalam pemerintahan masih sangat kuat. Berdasarkan kondisi data kependudukan, sekitar 60 persen penduduk Indonesia adalah orang Jawa. Jadi tidak heran jika selama ini Presiden Indonesia selalu berasal dari Suku Jawa, karena pemegang suara terbesar adalah orang Jawa.
Baca Juga:Antisipasi Banjir, Jokowi Perintahkan Tanam Pohon di Tepi Sungai Kapuas Kalbar
Ramalan Jayabaya
Selain itu, keterpilihan Presiden Indonesia dari Suku Jawa ini juga dikaitkan dengan mitos tentang ramalan Jayabaya. Dalam ramalan itu disebutkan bahwa ada sosok Ksatria Piningit dan Ratu Adil yang akan membawa tanah Jawa dan Indonesia secara keseluruhan pada kemajuan dengan kepemimpinan yang adil dan berjiwa ksatria.
Dalam ramalan tersebut juga disebutkan bahwa sosok Ratu Adil dan Ksatria Piningit itu berasal dari keturunan Kerajaan Majapahit yang lokasinya di Pulau Jawa. Meskipun hingga saat ini belum diketahui siapakah sosok sang Ratu Adil dan Ksatria Piningit tersebut, namun diyakini sosok tersebut sudah pasti berasal dari suku Jawa.
Selain itu, pada masa Jepang menyerah kepada sekutu dengan ditandainya perisitiwa bom di kota Nagasaki dan Hiroshima pada 9 Agustus 1945 silam, pemeirntahan Jepang di Indonesia sebelumnya telah membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) atau dalam Bahasa Jepang bernama Dokuritsu Junbi Chosa-kai pada 1 Maret 1945.
Badan ini dibentuk sebagai upaya pemerintah Jepang dalam membantu Indonesia dalam memperoleh kemerdekaannya. Badan ini beranggotakan 67 orang. Dari 67 orang tersebut, suku Jawa menjadi paling dominan. Dominasi Suku Jawa ini sudah memegang kursi kepemimpinan di mana BPUPKI ini diketuai oleh Dr, Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakilnya Raden Panji Soeroso
Hal yang sama saat BPUPKI ini berubah menjadi Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam Bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. Dari 21 anggota, 12 berasal dari Suku Jawa, 3 dari Sumatra, 2 dari Sulawesi, 1 orang dari Sunda Kecil atau sekarang disebut Nusa tenggara, 1 orang dari Maluku dan 1 orang beretnis Tionghoa.
Dari jumlah ini, pengaruh Suku Jawa dalam perjalanan menuju kemerdekaan dan perpolitikan tentunya lebih besar meskipun dasar yang digunakan adalah Demokrasi di mana suara terbanyak adalah sebuah kemufakatan tapi tidak menekan kebebasan minoritas.
Selain itu, secara demografis, suku Jawa adalah kelompok masyarakat paling dominan di Indonesia dengan jumlah lebih dari 40 persen. Ditambah, pulau Jawa sejak zaman Kerajaan Majapahit hingga sekarang menjadi pusat pemerintahan, sehingga tokoh-tokoh politisi dari suku Jawa mendominasi.
Dengan sistem pemilihan saat ini, yaitu pemilihan presiden secara langsung dipilih oleh rakyat, jumlah orang Jawa yang mayoritas cenderung memilih calon presiden dari Suku Jawa, meskipun tidak semua suku Jawa ikut berpartisipasi dalam pemilihan presiden.
Karena inilah, hampir semua presiden yang memimpin dari awal kemerdekaan hingga sekarang didominasi oleh suku Jawa. Hal ini berdasarkan asas demokrasi yang berlaku di Indonesia, di mana kaum mayoritas selalu mendapatkan tempat dalam pemerintahan.
Apalagi, Indonesia sangat sensitif dengan isu-su yang berbau SARA, sehingga akan lebih aman jika sosok presiden berasal dari kelompok suku terbanyak. Akan tetapi, bukan hal yang tidak mungkin jika kedepannya, Indonesia akan dipimpin oleh presiden yang bukan berasal dari suku Jawa