SuaraJawaTengah.id - Memelihara jenggot menjadi kebiasaan sebagian para laki-laki di Dunia. Saat ini pun memilihara rambut jenggot juga menjadi gaya hidup yang semakin digemari.
Diketahui jenggot adalah rambut yang tumbuh menjulur ke bawah pada dagu dan pipi manusia serta lazimnya ini dimiliki oleh kaum lelaki.
Menyadur dari situs resmi Muhammadiyah, memelihara jenggot hingga terurai panjang merupakan suatu tradisi yang menandakan kebanggaan, kemuliaan dan keperkasaan lelaki bangsa Arab dan India.
Namun di kalangan bangsa lain, memelihara jenggot bukan menjadi suatu tradisi atau kelaziman.
Baca Juga:Taliban Keluarkan Kebijakan yang Melarang Tukang Cukur di Provinsi Helmand
Dalam Islam, terkait dengan masalah jenggot ini, Rasulullah saw bersabda: “Berbedalah kamu (jangan menyamai) dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot, dan cukurlah kumis.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
Ada pula hadis di mana Rasulullah Saw bersabda: “Cukurlah kumis, peliharalah jenggot, berbedalah (jangan menyamai) orang-orang Majusi.” [HR. Muslim].
Dari riwayat ini dapat disimpulkan bahwa kita diperintahkan untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis. Demikian diperintahkan oleh Rasul agar kita berbeda dan tidak menyamai orang-orang musyrik termasuk Majusi.
Selain itu, perintah Rasulullah saw ini banyak mengandung unsur pendidikan bagi kaum muslim agar mereka mempunyai kepribadian tersendiri, baik lahir maupun batin dari kaum yang lain seperti kaum kafir-musyrik.
Perbedaan secara lahir akan mewakili identitas suatu kaum, di mana dalam hal ini jenggot menjadi identitas atau ciri khas kaum muslim. Apalagi banyak riwayat seputar hal ini dimasukkan oleh para ulama Hadits dalam bab tersendiri, yaitu bab fitrah yang dimiliki oleh manusia.
Baca Juga:Ngeri! Taliban Larang Pangkas Rambut dan Salon untuk Potong Janggut Pria
Mencukur jenggot sama halnya dengan menentang fitrah dan menyerupai perempuan. Seperti yang ditekankan di atas, bahwa jenggot menandakan kesempurnaan lelaki dan membedakannya dari jenis yang lain.
Namun, bukan berarti kita tidak boleh untuk mencukur dan merapikan rambut jenggot apabila sudah terurai panjang, terlihat tidak indah dan rapi, dan bahkan bisa menakutkan atau menjijikan siapa yang melihatnya.
Oleh sebab itu jenggot yang demikian dibolehkan untuk dicukur atau dirapikan. Sebuah riwayat dari Imam at-Tirmidzi yang ia nilai gharib, di mana Nabi saw pernah memangkas sebagian jenggotnya hingga terlihat rata dan rapi.
“Telah mengkabarkan pada kami Umar bin Harun dari Usamah bin Zaid dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwasannya Nabi saw memangkas sebagian jenggotnya hingga panjangnya sama.” [HR. at-Tirmidzi].
Menanggapi masalah ini para ulama, baik mutaqaddimin (terdahulu) maupun muta’akhirin (belakangan) banyak yang berbeda pendapat. Ulama kalangan Hanafi dan Hanbali dengan tegas mengatakan bahwa haram hukumnya seseorang memotong jenggotnya hingga habis, bahkan ia dituntut membayar diyat (tebusan).
Sedang ulama Syafi’i dan Maliki mengatakan bahwa hukumnya sebatas makruh saja. Imam Nawawi yang mewakili mazhab Syafi’i mengatakan, “mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.” (Syarh Shahih Muslim: vol. 3: 151).
Selanjutnya para ulama juga masih berselisih mengenai ukuran panjang jenggot yang harus dipotong, meski terdapat sebuah riwayat yang menceritakan bahwa Abu Hurairah dan Abdulah bin Umar biasa memangkas jenggot bila panjangnya sudah melebihi satu genggaman tangan.
Namun, sebagian ulama tidak menetapkan panjang tertentu, akan tetapi cukup dipotong sepantasnya. Hasan al-Bashri, seorang tabi’in biasa memangkas dan mencukur jenggotnya, hingga terlihat pantas dan rapi.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa memangkas atau memotong sebagian jenggot hukumnya adalah mubah. Sedang mencukurnya hingga habis hukumnya adalah makruh, namun tidak sampai pada derajat haram. Adapun memeliharanya adalah sunnah.