SuaraJawaTengah.id - Warga mengenalnya sebagai makam Kiai Pesalakan. Banyak hal belum terjawab seputar keberadaan kuburan di bawah naungan pohon randu alas berusia ratusan tahun tersebut.
Makam Kiai Pesalakan berada di tengah kompleks makam Karang, Dusun Srikuwe, Desa Ambartawang, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Makam kuno Kiai Pesalakan, tampak ganjil dengan bentuk nisan yang berbeda dengan kuburan di sekitarnya.
Nisan Kiai Pesalakan berbentuk silindris. Warga sekitar menyebutnya kijing dandang karena bentuknya yang mirip dandang dengan posisi telungkup.
Baca Juga:Candi Asu, Kontroversi Nama dan Peran Penting Bagi Masyarakat Kuno Lereng Merapi Magelang
"Makam ini namanya Pesalakan. Mungkin asalnya (orang yang dimakamkan di situ) dari daerah pesalakan atau dearah banyak tumbuh salak," kata Sukrisnanto Suryo Putro, warga Desa Ambartawang.
Kuat dugaan nama Pesalakan tidak merujuk hanya pada satu orang. Sama hal dengan makam Syekh Subakir, Syekh Maulana Maghribi, atau Sunan Geseng yang lokasi kuburnya tersebar di beberapa tempat di Jawa dan Yogyakarta.
"Soalnya masih banyak alternatif lain. Di Banguntapan, Bantul juga ada makam Mbah Pesalakan. Di Cirebon juga ada. Terus yang tepat yang mana?
Pendapat soal makam Kiai Pesalakan, condong pada sejarah kijingnya yang merupakan penanda kekuasaan Mataram Hindu. Saat Mataram Islam berkuasa, banyak lokasi candi atau bangunan Hindu diubah menjadi makam atau masjid.
"Menurut saya itu jaman syiar Islam, Sultan Agung. Dulu wilayah Mataram Hindu. Setelah kembali ke Jawa Tengah, dijadikan kerajaan lagi bernafaskan Islam. Bekas bangunan candi diubah menjadi masjid atau makam," kata pria yang biasa disapa Krisnanto.
Baca Juga:Jamaah Haji Aceh Bergerak ke Mekkah, Sudah Ibadah Arbain Hingga Ziarah Makam Rasulullah
Kijing Lingga di Makam Kuno
Nisan makam Kiai Pesalakan sendiri merupakan lingga bertulis huruf Jawa kuna. Dua lingga setinggi 72 centimeter itu merupakan bagian dari 4 lingga yang ditemukan di Kecamatan Mungkid dan Mertoyudan.
Satu lingga ditemukan di Desa Jetak II, Kecamatan Mungkid, kemudian diboyong ke Museum Ronggowarsito, Semarang.
Lingga lainnya ditemukan di Dusun Banar, Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, kemudian disimpan sebagai koleksi Museum Karmawibhangga Borobudur.
Menurut penelitian epigraf, Goenawan A Sambodo, pada 3 lingga bertulis itu tercantum angka tahun 803 Saka. Satu lingga lainnya ditulis setahun lebih tua yaitu tahun 802 Saka.
Semua lingga bertulis ini dibuat atas perintah Samgat Pu Swang yang menandakan patok wilayah. Di situ juga tertulis nama Sri Maharaja Rakai Kayuwangi sebagai penguasan Kerajaan Mataram Hindu saat itu.