Berdasarkan data yang dimiliki, LBH Apik mencatat sepanjang tahun 2016-2023, Kota Semarang menjadi salah satu daerah di Jawa Tengah yang angka kekerasan seksual sangat tinggi.
Apalagi penangan kasus kekerasan seksual terhadap anak juga terbilang lambat. Meski ada bukti yang menurut Rara sudah cukup kuat. Misalnya keterangan korban dan hasil visum.
"Hal ini menunjukan kurangnya perspektif terhadap korban dalam penangaan kasus kekerasan seksual terhadap anak," paparnya.
Rara menyebut Kota Semarang selama ini belum mempunyai sarana satu pintu yang komprehensif dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang menyediakan layanan secara berkala hingga korban benar-benar dinyatakan pulih selain pendampingan proses hukum korban yang telah selesai.
Baca Juga:Sosok Khoiri: Mertua Bunuh Menantu yang Hamil 7 Bulan, Motif Masih Simpang Siur
Dengan ada dua kasus tersebut, dirinya menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang segera membentuk sarana satu pintu yang komprehensif dengan melibatkan komunitas maupun lembaga bantuan hukum yang terfokus pada persoalan anak dan perempuan.
Selain itu, Rara berharap sosialiasi terkait pencegahan maupun penangan kasus kekerasan seksual lebih digalahkan lagi di lingkungan Kota Semarang.
"Perlu berkomitmen Pemkot Semarang dengan aparat penegak hukum ketika menangani kasus perlu mengedepankan hak-hak korban kekerasan seksual tanpa adanya diskriminasi," pungkasnya.
Kontributor : Fitroh Nurikhsan
Baca Juga:7 Fakta Sadisnya Mertua Bunuh Menantu Hamil 7 Bulan: Ngakunya Lapar, Ada Dugaan Pemerkosaan