SuaraJawaTengah.id - Kampung Sekayu yang terletak di Kecamatan Semarang Tengah bak sebuah 'pemukiman seksi' bagi para investor.
Setiap tahunnya warga yang tinggal disana sering kali dilema mempertahankan tanah leluhur atau menjualnya ke pemodal.
Perlu kalian ketahui Kampung Sekayu merupakan salah satu pemukiman kuno yang masih bertahan di kawasan "Segitiga Emas" Kota Semarang. Kawasan itu merupakan jantung bisnis kota yang meliputi Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran dan Jalan Gajahmada.
Dalam dua dekade terakhir, di kawasan segitiga emas banyak gedung-gedung baru pencakar langit yang kian menjalar. Di masa depan bisa saja Kampung Sekayu tergusur oleh perabadan modern.
Baca Juga:Kisah Ahmad Roemani, Warga NU yang Bikin Rumah Sakit Muhammadiyah di Kota Semarang
Jika melihat sejarah, Kampung Sekayu mulanya sebuah perkebunan jati. Dulu namanya Pekayun lalu berubah jadi Sekayu.
Yang menjadi ikonik atau kebanggaan warga adalah kokohnya Masjid Agung Sekayu yang didirikan pada tahun 1413 silam.
Meski dikelilingi pusat pemberlanjaan modern atau hotel-hotel bertingkat. Rumah-rumah di Kampung Sekayu masih mempertahankan bentuk bangunan asli beralas kayu termasuk rumah sastrawan ternama Nh. Dini yang meninggal dunia tahun 2018.
Salah satu warga Risman tak menampik strategisnya posisi Kampung Sekayu sampai sekarang masih menarik minat para investor. Mereka tak segan menawar rumah-rumah warga dengan harga fantastis.
"Kalau boleh jujur masih banyak orang yang ngincar tanah atau rumah di Sekayu. Orang-orang yang berduit itu pengennya bedol Sekayu sekalian," kata lelaki yang akrab Mbah Ris pada Suara.com belum lama ini.
Baca Juga:Wali Kota Semarang Ingatkan ASN, Harus Netral Selama Pelaksanaan Pemilu 2024
Lahir dan besar di Kampung Sekayu, Mbah Ris masih ingat perkembangan Kota Semarang dari zaman ke zaman. Dia ingat betul gedung tinggi yang berada di depan Masjid Sekayu dulunya asmara polisi yang kemudian bertranformasi jadi Gedung Thamrin Square.
"Mall Paragon itu dulunya Gedung Rakyat Indonesia Semarang (GRIS) dan Ngesti Pandowo. Terus disebrangnya ada Bioskop Royal yang sekarang jadi perhotelan," cetusnya.
Warga lainnya Agung mengaku rumahnya pernah ditawar pihak Mall Paragon Rp5 milliar. Namun dia tak tergoda lantaran ingin mempertahankan tanah leluhurnya.
Menurut Agung, walau ada satu RT yang lepas ke Mall Paragon. Warga Sekayu lainnya masih berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan perkampungan tertua di Kota Semarang tersebut.
Menurutnya, semenjak Mall Paragon berdiri pada tahun 2010. Mereka selalu mencari tanah atau rumah warga yang mau dijual. Rumah yang tidak bersertifikat pun mereka berani tawar sampai Rp1 milliar.
"Dinas PUPR yang dipusat pernah datang ke Sekayu dan rapat di kelurahan. Mereka mau beli semua tanah di Sekayu dan dibangun apartemen untuk warga. Kalau warga nggak mau nempati, mereka yang ngelola. Terus nanti uangnya kasih ke warga, tapi warga nggak mau," terangnya.
Pertahankan Kampung Lama
Berdasarkan data Pusat Statistik Jateng, pembangun perhotelan di Kota Semarang cukup masif. Pada tahun 2016, total berdiri 60 hotel berbintang. Empat tahun kemudian atau 2020 angkanya bertambah jadi 90 hotel.
Baru-baru ini bangun Queen City Mall Semarang sudah berdiri megah di Jalan Pemuda. Semakin ramainya gedung-gedung megah tersebut mengindikasikan Kota Semarang pelan-pelan jadi peradaban modern.
Untuk menjaga Kampung Sekayu agar tidak tersentuh peradaban modern. Achmad Arief selaku orang yang dituakan di Kampung Sekayu selalu mengimbau pada masyarakat agar tidak menjual rumah mereka pada investor.
Lelaki yang akrab disapa Arief menuturkan sepengetahuannya warga Sekayu yang telah menjual rumahnya ratusan juta atau milliaran. Sampai sekarang tidak ada warga Sekayu yang jadi jutawan.
"Kita upayakan semua warga harus punya sertifikat. Tapi tergantung persatuan dan kesatuan warga. Contohnya RT 1 hilang, tunjukkan ke saya ada nggak salah seorang dari mereka yang sukses jadi jutawan sekarang? Nggak ada," ungkap Arief.
Berkaca dari hal tersebut, Arief meminta warga Sekayu tidak tergiur dengan berapa pun jumlah uang yang ditawar investor. Sedangkan rumah adalah aset yang tak ternilai dan bisa diwariskan ke generasi berikutnya.
"Mending mempertahankan rumah walau sekecil apapun saya yakin tiga sampai empat anggota keluarga masih bisa hidup. Tinggal peran orang tua untuk membimbing dan mengarahkan anak-anaknya untuk sukses," pesan Arief.
Kontributor : Ikhsan