Mitos vs Fakta: Vasektomi, Solusi Praktis atau Ancaman Kejantanan?

Vasektomi atau tindakan sterilisasi pada laki-laki dengan cara memotong atau menyumbat saluran spermatozoa dari testis ke penis seringkali mendapatkan respon negatif

Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 29 Juni 2024 | 15:24 WIB
Mitos vs Fakta: Vasektomi, Solusi Praktis atau Ancaman Kejantanan?
Ilustrasi vasektomi. [Shutterstock]

SuaraJawaTengah.id - Vasektomi atau tindakan sterilisasi pada laki-laki dengan cara memotong atau menyumbat saluran spermatozoa dari testis ke penis seringkali mendapatkan respon negatif. Hingga muncul mitos-mitos yang tak mendasar. 

Diketahui, memotong atau menyumbat saluran spermatozoa memubuat air mani yang keluar ketika laki-laki mengalami ejakulasi tidak lagi mengandung sel sperma.

Menyadur dari BBC Indonesia, Dokter spesialis urologi, Nur Rasyid, mengatakan bahwa vasektomi bisa menjadi opsi yang paling minim risiko bagi pasangan yang sudah benar-benar mantap untuk tidak memiliki anak lagi.

Menurutnya, vasektomi telah terbukti 99% efektif dalam mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.

Baca Juga:Tingkatkan Upaya Pencegahan Narkoba, Pj Gubernur Jateng Gagas Lomba Desa Bersinar

“Prosedurnya lebih ringan, lebih tanpa risiko, dan juga tidak akan mengganggu proses ereksi sama sekali,” kata Dokter Nur Rasyid dikutip pada Sabtu (29/6/2024). 

Namun sejak diperkenalkan di Indonesia mulai tahun 1970-an, vasektomi masih menjadi opsi kontrasepsi yang paling tidak populer hingga saat ini.

Data World Contraceptive Use menunjukkan bahwa prevalensi vasektomi di Indonesia tidak pernah melebihi 1% sejak tahun 1973 hingga 2018.

Data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 juga mengungkap bahwa hanya 0,2% pasangan yang memilih vasektomi.

Menurut Dokter Nur, salah satunya karena masih ada mitos “usang” serta kesalahpahaman soal vasektomi yang diyakini oleh sebagian orang.

Baca Juga:Efek Domino Perkawinan Anak, Stunting hingga Masalah Psikologis Ancam Masa Depan

Padahal, kata Dokter Nur, anggapan bahwa vasektomi "dapat meningkatkan kanker prostat, disfungsi ereksi hingga ejakulasi dini" adalah klaim-klaim yang "tidak berdasar".

Dokter Nur mengatakan ada faktor sosial-budaya juga yang mempengaruhi rendahnya angka vasektomi di Indonesia.

"Karena memang orang Indonesia umumnya paternalistik, jadi laki-laki mau menang sendiri. Lalu faktor pendidikan dan pemahaman soal ini yang juga masih kurang. 'Kalau bisa yang susah [pakai kontrasepsi] bukan saya, kenapa harus saya?'" kata Dokter Nur.

Kyai Haji Marzuki Wahid dari Institut Studi Islam Fahmina —lembaga pendidikan Islam yang berfokus pada kajian gender dan hak asasi manusia— sepakat soal adanya ketimpangan dalam urusan kontrasepsi.

"Asumsinya sering kali menganggap karena perempuan mereproduksi manusia, sehingga perempuan lah yang harus kontrasepsi. Mereka tidak sadar bahwa menghasilkan keturunan itu adalah buah dari kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan," kata Marzuki.

Dokter spesialis urologi, dr Nur RasyidSelain itu Marzuki mengatakan perdebatan juga masih kerap muncul soal halal atau haramnya vasektomi, berdasar pada penafsiran keyakinan yang berbeda-beda.

Vasektomi pernah dianggap “haram” lewat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada era 1970-an.

Pada 2012, MUI mengubah fatwanya menjadi membolehkan vasektomi sepanjang “tujuannya sesuai syariat” dan “tidak memandulkan secara permanen”.

Marzuki sendiri berpandangan bahwa vasektomi (dan tubektomi) boleh dilakukan sepanjang bertujuan sebagai ikhtiar untuk mensejahterakan keluarga.

"Misalnya kalau saya vasektomi atau tubektomi itu kan bukan berarti membatasi, tapi saya ingin mengatur keturunan saya sesuai kesejahteraan dan kemaslahatan yang saya bayangkan. Jadi tidak bisa dianggap apakah itu membatasi secara dini," ujar Marzuki.

Namun perubahan fatwa MUI ternyata juga “belum signifikan” membuat lebih banyak laki-laki melirik vasektomi, kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo.
Hasto mengeklaim pihaknya sudah terus mensosialisasikan opsi ini melalui program vasektomi gratis dan pemberian insentif Rp300.000 untuk akseptornya. Tetapi dia juga mengakui bahwa mencari orang yang mau memilih vasektomi juga “tidak mudah”.

“Ada anggapan kalau divasektomi itu vitalitas laki-laki berkurang, kemudian apapun [alat kontrasepsi] yang pakai operasi itu angkanya memang rendah,” tutur Hasto.

Di lapangan, Hasto mengatakan BKKBN memiliki kelompok “KB Pria Perkasa” untuk memotivasi laki-laki agar mau divasektomi.

Meski demikian, data menunjukkan bahwa capaian KB laki-laki (vasektomi dan kondom) baru mencapai 2,2% dari target BKKBN sebesar 5,33% pada 2022.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini