SuaraJawaTengah.id - Nuryanto (63) berjalan tergopoh di Polrestabes Semarang, Kamis (8/8/2024). Dia adalah kakek yang baru-baru ini viral lantaran mengonsumsi daging kucing karena percaya yang dilakukannya bisa menyembuhkan penyakit.
Karena hal tersebut, Nuryanto terancam menjalani hidup di balik jeruji beji pada usia senjanya.
Sudah 10 tahun warga Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang itu, menderita penyakit diabetes milletus atau kencing manis. berdasarkan informasi dari saudaranya, mengonsumsi daging kucing dapat menurunkan gula darah. Tanpa konsultasi dengan dokter, dia pun langsung menjalankan saran dari saudaranya itu sejak tiga tahun terakhir.
"Daging itu (kucing) kalorinya rendah, kata kakak saya," ujar Nuryanto di Mapolrestabes Semarang.
Baca Juga:Akibat Konsumsi Daging Kucing, Pria di Semarang Diamankan Polisi
Nuryanto hidup sebatang kara. Dia telah cerai dengan istrinya, sementara anak-anak dibawa sang ibu. Usaha yang digeluti adalah penyewaan indekos. Kakek itu memiliki lima kamar yang disewakan untuk mahasiswa di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Per kamarnya, dia mematok tarif Rp 500 ribu/3 bulan.
Dengan pemasukan yang terbatas, Nuryanto memutuskan untuk mengonsumsi kucing karena tak mampu membeli daging yang layak seperti sapi atau ayam.
"Enggak harus kucing, tetapi daging sapi mahal," kata dia.
Awal Mula Kepergok dan Viral
Prilaku aneh kakek Nuryanto sebetulnya telah lama diketahui oleh mahasiswa di indekos itu. NA (24) Mahasiswa Unnes mengaku telah mengetahui bahwa Nuryanto mengonsumsi kucing sejak tahun lalu. Namun, karena waktu itu adalah bulan suci Ramadan, dia akhirnya tidak jadi menggunggahnya di media sosial.
Baca Juga:Jadi Bekal Generasi Masa Depan, Politisi Gerinda Ini Soroti Kesejahteraan Guru Agama di Semarang
"Kaget lihat ada kucing di dalam mejikom. Aromanya juga menyenggat," kata mahasiswa asal Tegal itu.
Dia bersama teman-temannya mengira prilaku nyeleneh Nuryanto telah usai. Namun, ternyata kakek di Semarang itu ketangkap basah mengulangi perbuatannya. Saat itu, NA curiga dengan gelagat Nuryanto yang mondar-mandir dengan membawa alat pukul.
"Saya dengar suara pukulan, tetapi tidak tahu itu apa," katanya.
"Dia (Nuryanto) lalu mengaku sendiri. Pertama bilang 'maaf Mas tadi habis pukul kucing mau saya makan, maaf kalau itu ganggu nurani anda'. Aku kaget langsung aku rekam."
Dia dan temannya kemudian sepakat memviralkan prilaku nyeleneh kakek Nuryanto itu di media sosial.
Benarkah Daging Kucing Turunkan Diabetes?
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang dr. Abdul Hakam angkat bicara terkait prilaku kakek Nuryanto yang makan daging kucing untuk turunkan diabetes. Menurutnya, hingga kini tidak ada literasi yang menyebutkan bahwa daging kucing bisa menyembuhkan diabetes.
"Ini harus menjadi literasi buat masyarakat Semarang dan sekitarnya," kata Hakam saat ditemui SuaraJawaTengah.id, Jumat (9/8/2024).
Dia menegaskan bahwa mengonsumsi daging kucing justru berdampak negatif bagi kesehatan tubuh. Menurutnya, makanan kucing belum tentu terjamin atau terjaga kesehatannya dengan baik sehingga bahaya jika dagingnya dikonsumsi manusia.
"Ini bisa menyebabkan penyakit tuberkulosis, cacingan, dan penyakit lainnya," tutur dia.
Hakam menegaskan bahwa mengonsumsi daging kucing tidak dianjurkan sehingga masyarakat jangan mencobanya, apalagi dengan dalih kesehatan.
Saat ini, pihaknya sedang gencar melakukan skrining kesehatan terhadap warga Kota Semarang terkait penyakit. Dia berharap warga mau memeriksakan dirinya sehingga jika ada gejala penyakit tertentu bisa ditangani secara medis.
"Kalau terjadi apa pun, bisa telepon 112 atau 1500132 atau nomor WA Dinkes Kota Semrang 0895376860088. Apa pun bisa ditanyakan di situ, nanti akan dijawab," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Disnakkeswan Provinsi Jateng Agus Wariyanto menegaskan, hewan yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah hewan ternak, di antaranya seperti sapi, ayam, dan kambing. Sementara untuk kucing tidak masuk ketegori tersebut.
"Kucing itu bukan pangan ya. Jadi pangan itu adalah hewan yang diternakan kemudian dipotong untuk konsumsi kita," katanya.
Dia menilai bahwa memakan daging kucing merupakan tindakan yang tidak lazim. Terlebih belum adanya penelitian mendalam bahwa dengan mengonsumsi kucing bisa menyebuhkan suatu penyakit.
"Itu tidak lazim, kucing kok dimakan dagingnya. Namun, kalau dengan kepercayaan, keyakinan, dan sebagainya ini kan harus dibuktikan secara ilmiah," tegas Agus.
Dia khawatir dengan adanya temuan seperti ini karena ada penyakit yang bisa menular dari hewan kepada manusia. Dia berharap masyarakat bisa mengantisipasi risiko yang kemungkinan terjadi, apabila mengonsumsi makanan yang tidak lazim.
"Nah, ini yang harus kita antisipasi, jangan sampai nanti kita inginnya sehat, tetapi karena mengonsumsi makanan yang tidak lazim itu akhirnya menjadi berpenyakit," ungkap Agus.
Kakek Nuryanto Terancam Penjara
![Nuryanto (63) warga Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang, saat diciduk ke Polrestabes Semarang, Kamis (8/8). [Suara.com/Sigit AF]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/08/09/58586-pelaku-makan-kucing.jpg)
Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang telah melakukan penahanan 1x24 jam terhadap Nuryanto. Polisi menetapkan Nuryanto sebagai tersangka berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Kasus ini telah dinaikkan ke penyidikan," kata Kanit Tindak Pidana Tertentu Satreskrim Polrestabes Semarang AKP Johan Widodo.
Johan mengatakan dalam menjalankan aksinya, tersangka mengincar kucing yang sedang tidur, lalu memukulnya pakai punggung celurit hingga tewas. Setelah itu, pelaku memotong-motong dagingnya dan dimasukkan ke dalam mejikom.
Untuk satu kucing, Nuryanto mengonsumsinya selama tiga hari dengan nasi.
"Pelaku beralasan memakan daging kucing karena bebas dari kalori, dan kadar gulanya rendah," kata dia.
Akibat perbuatannya, Nuryanto dijerat Pasal 91 B ayat 1 UU Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan atau Pasal 302 KUHP dengan ancaman dua tahun penjara.
Polisi menggandeng Dinas Pertanian Kota Semarang sebagai saksi ahli. Termasuk juga koordinasi tentang kejiwaan pelaku dengan Rumah Sakit Jiwa Amino Gondohutomo Semarang.
Kontributor : Sigit Aulia Firdaus