Mengenal Cumi-cumi Darat, Istilah untuk BRT Trans Semarang yang Kerap Mengeluarkan Asap Pekat

Istilah cumi-cumi darat muncul sebagai simbol permasalahan polusi transportasi di Semarang, memicu diskusi hangat tentang solusi dan keberlanjutan lingkungan kota

Budi Arista Romadhoni
Senin, 04 November 2024 | 09:50 WIB
Mengenal Cumi-cumi Darat, Istilah untuk BRT Trans Semarang yang Kerap Mengeluarkan Asap Pekat
BRT di Jalan Imam Bonjol Semarang [Suara.com/Dafi Yusuf]

SuaraJawaTengah.id - Debat perdana Pemilihan Wali Kota Semarang 2024, yang diselenggarakan oleh KPU pada Jumat (1/11/2024), memfokuskan perhatian pada isu energi terbarukan dan tantangan polusi yang dihadapi Kota Semarang. Dalam ajang debat ini, para calon tidak hanya mengemukakan visi mereka, tetapi juga memberikan pandangan tentang permasalahan lingkungan, terutama emisi dari Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang.

Istilah “cumi-cumi darat” muncul sebagai simbol permasalahan polusi transportasi di Semarang, memicu diskusi hangat tentang solusi dan keberlanjutan lingkungan kota.

Calon Wali Kota nomor urut 02, AS Sukawijaya atau yang akrab disapa Yoyok Sukawi, menekankan pentingnya penurunan emisi karbon dari transportasi umum. Ia menilai bahwa peremajaan armada bus BRT Trans Semarang dengan beralih ke mesin listrik adalah langkah strategis dalam mengatasi masalah polusi udara di kota ini.

“Kami berdua punya program Semarang Ijo Royo-royo. Salah satunya adalah peremajaan Trans Semarang jadi elektrik. Dengan demikian, polusi bisa dihilangkan, dan emisi akan berkurang,” ujar Yoyok saat debat tersebut.

Baca Juga:Diduga Terorganisir! Bawaslu Semarang Diimbau Tegas Atasi Maraknya Perusakan Alat Peraga Kampanye Pilwakot

Sementara itu, calon lainnya, Agustina Wilujeng, menyoroti ketidakseimbangan antara jumlah bus BRT dan kebutuhan penumpang sebagai salah satu alasan utama munculnya fenomena “cumi-cumi darat.”

Menurutnya, kekurangan armada membuat bus harus bekerja ekstra, yang akhirnya berdampak pada efisiensi bahan bakar dan emisi.

“Kami sudah menemui pengemudi dan pengelola BRT, dan memang jumlah bus saat ini tidak memadai. Solusinya adalah menambah layanan agar penumpang bisa terlayani tanpa bus perlu bekerja berlebihan,” jelasnya.

Istilah “cumi-cumi darat” sendiri di Kota Semarang merujuk pada BRT Trans Semarang yang mengeluarkan asap hitam pekat saat beroperasi, akibat pembakaran bahan bakar solar yang tidak sempurna.

Fenomena ini menjadi perhatian utama publik, mengingat BRT Trans Semarang sudah beroperasi sejak 2010 dan saat ini disubsidi sekitar Rp 250 miliar per tahun oleh Pemerintah Kota Semarang.

Baca Juga:Masuk Musim Hujan! PMI Kota Semarang Pastikan Stok Darah Aman untuk Kebutuhan Masyarakat

Petugas Dinas Perhubungan Kota Semarang bersama Satlantas Polrestabes Semarang saat melakukan uji emisi gas buang pada armada bus rapid transit (BRT) Trans Semarang. [Istimewa]
Petugas Dinas Perhubungan Kota Semarang bersama Satlantas Polrestabes Semarang saat melakukan uji emisi gas buang pada armada bus rapid transit (BRT) Trans Semarang. [Istimewa]

Meskipun pada 2019 Pemkot sempat meluncurkan rencana konversi bahan bakar dari solar ke gas dengan dukungan dana Rp 10 miliar, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa emisi hitam dari armada BRT masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini