SuaraJawaTengah.id - Tradisi Tuk Panjang merupakan salah satu perayaan khas yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa di Semarang menjelang Tahun Baru Imlek 2025.
Berbeda dengan tradisi serupa di daerah lain, di Semarang, acara ini diadakan di ruang publik, seperti jalanan di kawasan Pecinan, dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat, mencerminkan semangat toleransi dan kebersamaan.
Asal Usul dan Perkembangan
Secara etimologis, "Tuk Panjang" berasal dari kata "tuk" yang berarti meja, dan "panjang" yang berarti panjang, sehingga secara harfiah berarti "meja panjang".
Baca Juga:Sejarah Wijkenstelsel: Akar Terbentuknya Pecinan di Jawa Tengah
Tradisi ini merupakan adaptasi dari kebiasaan makan bersama yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa di Tiongkok saat perayaan Imlek. Di Semarang, tradisi ini mengalami akulturasi dengan budaya lokal, sehingga menjadi simbol kerukunan antarumat beragama dan etnis.
Tradisi Tuk Panjang di Semarang telah menjadi bagian integral dari perayaan Imlek di kota ini. Ia menyebutkan bahwa makan malam bersama keluarga besar Kota Semarang melalui tradisi ini mencerminkan filosofi mendalam dari perayaan Imlek itu sendiri.
Pelaksanaan Tradisi
Tradisi Tuk Panjang biasanya dilaksanakan beberapa hari menjelang Imlek. Meja-meja panjang disusun di sepanjang jalan di kawasan Pecinan, seperti di Gang Warung atau Gang Baru.
Berbagai hidangan khas Imlek disajikan di atas meja tersebut, dan masyarakat dari berbagai latar belakang diundang untuk makan bersama. Salah satu hidangan yang sering disajikan adalah nasi ulam bunga telang, yang berwarna biru sebagai simbol perdamaian.
Baca Juga:Sejarah Komunitas Muslim Tionghoa di Semarang: Jejak Harmoni Budaya dan Agama
Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, menyatakan bahwa tradisi ini tidak hanya menjadi ajang perayaan, tetapi juga sebagai upaya meningkatkan perekonomian masyarakat melalui perputaran ekonomi yang terjadi selama acara berlangsung.
Makna dan Filosofi
Tuk Panjang melambangkan kebersamaan, toleransi, dan kerukunan antarumat beragama serta etnis di Semarang. Dengan melibatkan masyarakat luas dalam perayaan ini, tradisi ini memperkuat ikatan sosial dan menunjukkan bahwa perbedaan budaya dapat menjadi kekuatan yang mempersatukan.
Selain itu, melalui tradisi ini, masyarakat diajak untuk saling menghormati dan memahami satu sama lain, menciptakan harmoni dalam keberagaman.
Berdasarkan data yang dihimpun, tradisi Tuk Panjang merupakan upaya merawat toleransi dan keberagaman di tengah masyarakat yang majemuk.
Pelestarian Tradisi
Pemerintah Kota Semarang bersama komunitas lokal terus berupaya melestarikan tradisi Tuk Panjang sebagai warisan budaya yang berharga. Berbagai acara pendukung, seperti Pasar Imlek Semawis, juga digelar untuk menambah semarak perayaan dan menarik wisatawan. Dengan demikian, tradisi ini tidak hanya menjadi simbol toleransi, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan pariwisata dan perekonomian lokal.
Sebagai contoh, pada tahun 2024, Pasar Imlek Semawis resmi dibuka dengan sajian Tuk Panjang yang penuh dengan hidangan berfilosofi, menandai dimulainya rangkaian perayaan Imlek di Kota Semarang.
Melalui pelestarian dan pengembangan tradisi Tuk Panjang, diharapkan nilai-nilai kebersamaan dan toleransi terus terjaga, serta menjadi inspirasi bagi generasi mendatang dalam membangun masyarakat yang harmonis dan saling menghargai perbedaan.
Kontributor : Dinar Oktarini