Alarm Bencana di Jawa Tengah, Syarif 'Kakung' Abdillah: BPBD Tak Bisa Kerja Sendirian!

Jateng provinsi ke-3 tertinggi kejadian bencana di Indonesia. DPRD Jateng dorong perubahan paradigma penanganan bencana melalui kolaborasi hexahelix.

Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 12 Juli 2025 | 16:05 WIB
Alarm Bencana di Jawa Tengah, Syarif 'Kakung' Abdillah: BPBD Tak Bisa Kerja Sendirian!
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Syarif Abdillah. [Istimewa]

SuaraJawaTengah.id - Sebuah data mengkhawatirkan datang dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jawa Tengah menempati posisi ketiga sebagai provinsi dengan jumlah kejadian bencana alam tertinggi di Indonesia, dengan total 162 kejadian sepanjang semester pertama tahun 2024.

Angka ini menempatkan Jateng tepat di bawah Jawa Barat (243 kejadian) dan Jawa Timur (199 kejadian) dari total 1.713 bencana yang melanda nusantara.

Kondisi darurat ini menjadi alarm keras bagi semua pihak, bahwa penanggulangan bencana tidak bisa lagi dipandang sebagai tugas sektoral.

Menanggapi situasi genting ini, Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Syarif Abdillah, mendesak adanya perubahan paradigma dalam penanganan bencana.

Baca Juga:Suhu Dingin di Jawa Tengah Masih Dalam Batas Normal, BMKG Minta Warga Tak Cemas

Menurutnya, membebankan seluruh tanggung jawab hanya kepada Pemerintah Provinsi atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah sebuah kekeliruan fatal.

Ia menegaskan, upaya pengurangan risiko bencana adalah tanggung jawab bersama yang harus melibatkan kolaborasi lintas sektor dan lintas generasi, atau yang dikenal dengan konsep hexahelix.

Konsep ini mensyaratkan sinergi aktif dari enam unsur utama: pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, media, hingga Non Governmental Organization (NGO).

“Setiap unsur memiliki kekuatan dan kapasitas masing-masing, jika disinergikan akan membentuk jejaring kolaborasi yang kokoh dan berkelanjutan,” ungkap Syarif Abdillah di Semarang dikutip Sabtu (12/7/2025).

Politisi yang akrab disapa Kakung ini menyoroti bahwa tanpa gotong royong massal, upaya mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di Jawa Tengah akan berjalan lambat dan tidak efektif.

Baca Juga:5 Fakta Menarik Tentang Mitos Suara Anak Ayam di Malam Hari

Pemerintah butuh dukungan data dari akademisi, sumber daya dari dunia usaha, edukasi dari media, jangkauan dari NGO, dan partisipasi aktif dari masyarakat.

Untuk melembagakan kolaborasi ini, Syarif menyambut baik pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

 Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Syarif Abdillah. [Istimewa]
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Syarif Abdillah. [Istimewa]

Langkah ini, menurutnya, sejalan dengan amanat Undang–Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008.

“Forum seperti ini merupakan wadah koordinasi nonformal, namun memiliki peran yang sangat strategis dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana secara menyeluruh,” sebut politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Namun, ia memberikan catatan kritis. Forum tersebut tidak boleh sekadar menjadi seremoni atau simbol komitmen di atas kertas. Keberadaannya harus menjadi strategi nyata untuk membangun masyarakat dan wilayah yang tangguh terhadap ancaman bencana.

“Dan tentunya menjadi mitra penting pemerintah daerah, baik dalam aspek mitigasi, kesiapsiagaan, hingga pemulihan pascabencana,” terang anggota dewan dari daerah pemilihan Banyumas dan Cilacap ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini