Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 26 Januari 2021 | 15:29 WIB
Ilustrasi terorisme. [Shutterstock]

SuaraJawaTengah.id - Pelaku terorisme terus diburu oleh penagak hukum. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya korban akibat aksi para teroris di Indonesia. 

Namun, dari catatan Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) yang ditulis di ruangobrol.id, Penangkapan terduga teroris di sepanjang 2020 cenderung berkurang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Dari data yang dihimpun, penangkapan mencapai 228 terduga teroris di masa pandemi. Jika dibandingkan dengan total penangkapan di dua tahun sebelumnya, angka tersebut jauh berkurang. Tahun 2018 dan 2019, penangkapan teroris hampir menyentuh angka 400 orang per tahun.

Data kepolisian juga menyatakan bahwa dari sebanyak 228 penangkapan tersebut, setidaknya 64% masih dalam proses penyidikan dan 31% sedang menjalani proses persidangan. Kemudian 1% lainnya telah selesai menjalani sidang pada akhir Desember lalu dan 4% telah memasuki masa tahanan menjadi narapidana.

Baca Juga: Ditutup Karena Pandemi, Peziarah Tetap Nekat Berdoa di Makam Sunan Kalijaga

Meskipun telah berkurang jika dibandingkan tahun sebelumnya, tapi angka penangkapan yang berjumlah ratusan itu menunjukkan bahwa aktivitas terorisme masih ada.

Kelompok-kelompok yang selama ini dituding sebagai pelaku aksi teror juga masih saja bergerak. Berbekal rangkuman kejadian-kejadian atau temuan-temuan di tahun 2020, Ruangobrol berupaya untuk bisa menjelaskan dinamika tersebut dan memberikan rekomendasi untuk hal-hal yang perlu dilakukan.

Dalam hal ini, Jamaah Anshorut Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) menjadi contohnya. Keduanya memang memiliki organisasi, akan tetapi pergerakan anggotanya jauh lebih cair dan cenderung tidak berada dalam satu komando yang terikat.

Keberadaan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) seperti menciptakan ruang khusus pada eksistensi terorisme. Berbagai kesepakatan damai pasca konflik Poso tidak memberikan pengaruh pada keberadaan MIT.

Kelompok ini justru berusaha untuk terus melanggengkan suasana konflik lewat rangkaian serangan, pembunuhan, perampokan dan lain-lain, seperti yang diungkapkan dalam table di atas.

Baca Juga: Sempat Pusing, Gus Ngali Watucongol Tetap Disuntik Vaksin Covid-19

Sebagai sebuah ruang baru, MIT merupakan magnet jihad. Ketika banyak kelompok lain vakum, MIT justru membuka ruang bagi siapa saja yang ingin bergabung.

Sementara itu saati ini, Institusi Polri terus melakukan pencarian anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur(MIT) yang masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO.

Kelompok teroris pimpinan Ali Kalora itu  diduga sebagai pelaku pembunuhan sadis terhadap satu keluarga di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan ada 11 anggota MIT yang hingga kekinian masih diburu oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Satu di antaranya, yakni Ali Kalora.

"Sisa 11 orang DPO yang masih dikejar," kata Awi kepada wartawan, Rabu (2/12/2020).

  1. Ali Ahmad alias Ali Kalora.
  2. Qatar alias Farel alias Anas.
  3. Askar alias Haid alias Pak Guru.
  4. Abu Alim alias Ambon.
  5. Nae alias Galuh alias Mukhlas.
  6. Khairul alias Irul alias Aslan.
  7. Jaka Ramadhan alias Krima alias Rama.
  8. Akun alias Adam alias Musab alias Alvin Ashori.
  9. Rukli.
  10. Suhardin alias Hasan Pranata.
  11. Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang.

Load More