SuaraJawaTengah.id - “Saya ditendang. Leher ini sampai sekarang masih sakit. Saya agak lupa ini ditendang atau kena apa. Yang saya ingat saya dilempar terus sempat ditendang.”
Cerita Slamet salah satu dari 11 warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo yang ditangkap polisi pada unjuk rasa menolak pertambangan, 23 April 2021 lalu.
Saat itu ratusan warga yang mayoritas ibu-ibu terlibat unjuk rasa berujung bentrok tersebut. Mereka menolak dibuka proyek pertambangan batu andesit di Desa Wadas sebagai bahan material pembangunan Bendungan Bener Purworejo.
“Warga Desa Wadas menolak untuk itu diambil suplai materialnya ke bendungan. Dari pertama kami menolak sampai saat ini kami tetep bertahan,” ujar Slamet dengan suara serak.
Baca Juga: Warga Wadas Purworejo Ribut dengan Aparat, PKB Minta Gubernur Turun Tangan
Wawancara kami di rumah Slamet hari itu terhenti. Dia belum pulih benar dan minta izin beristirahat. “Maaf ya mas.”
Selain 11 orang ditangkap, 9 warga Desa Wadas berikut pendamping hukum dan anggota jaringan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) luka-luka akibat bentrokan.
Sempat dimintai keterangan di Polsek Bener dan Polres Purworejo, mereka yang ditangkap akhirnya dibebaskan sekitar dini hari.
Unjuk rasa warga dipicu kabar adanya sosialisasi pemasangan patok lokasi proyek pertambangan batu oleh Balai Besar Wilayah Sungai Opak-Serayu (BBWSO). Balai besar sungai ini bertindak sebagai pemrakarsa pembangunan Bendungan Bener.
Pagi hari, sebuah tenda akan didirikan di depan Balai Desa Wadas. Tenda yang semula akan dijadikan tempat sosialisasi batal didirikan karena keburu dicegah warga.
Baca Juga: Polisi dan Warga Bentrok di Desa Wadas, YLBHI: Pelanggaran Hukum Serius
“Makanya kemarin jadi keributan itu karena mau ada sosialisasi di Balai Desa. Ada undangan, terus akhirnya warga ngumpul ke sana dan mujahadah di Balai Desa itu,” kata Yati salah seorang anggota Wadon Wadas.
Wadon Wadas adalah wadah kaum ibu dan perempuan Desa Wadas yang menolak rencana pertambangan batu andesit. Pada unjuk rasa 23 April kemarin, Wadon Wadas berada di barisan paling depan, berhadap-hadapan langsung dengan polisi.
“Warga menolak adanya sosialisasi dari awal sampai sekarang menolak. Sudah sekitar 3 tahun lebih. Dari tahun 2018 ya. Itu dari awal menolak.”
Aksi Damai
Unjuk rasa semula berjalan kondusif. Para ibu anggota Wadon Wadas duduk-duduk di depan Balai Desa sambil melantunkan doa dan sholawat.
Sekitar pukul 11.00 puluhan personel polisi tiba di lokasi. Mereka menyerukan para ibu untuk bubar dan meminta pengunjuk rasa laki-laki untuk melakukan sholat Jumat saja.
“Polisi bilang, ‘ayo lebih baik sholat Jumat saja, buat apa unjuk rasa’. Lha kalau mereka nggak datang ke sini, kami pasti sudah di masjid untuk bersiap Salat Jumat,” kata salah seorang warga yang kami temui.
Sekitar pukul 11.30 WIB, polisi merangsek maju. Mendorong para ibu yang masih duduk bertahan melantunkan sholawat. Warga dan beberapa mahasiswa yang bersolidaritas ditangkap paksa.
Menurut Kapolres Purworejo, AKBP Rizal Marito, massa pengunjuk rasa menutup jalan umum dan jalan kabupaten yang melintasi Desa Wadas. Polisi merasa perlu membuka akses jalan bagi kepentingan umum.
“Ini jalan kabupaten. Tidak boleh kelompok masyarakat tertentu kemudian menguasainya dan melarang orang lain untuk melintas. Ini sama saja dengan mengganggu ketertiban umum sehingga harus ditertibkan,” kata Kapolres dalam rilis pers yang disampikan Polda Jawa Tengah.
Di lapangan kata Kapolres, warga menebang pohon dan melatakkan batu dengan maksud menutup jalan. Berdasarkan laporan masyarakat yang merasa terganggu, Polres Purworejo dibantu Brimob Kutoarjo dan Kodim 0708 melakukan upaya pembukaan jalan.
Laporan versi polisi menyebutkan warga melempari petugas dengan batu dan kayu. Tindakan itu kemudian dibalas polisi dengan menembakan gas air mata. Polisi mengklaim 5 personelnya terluka akibat bentrokan tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan, polisi menduga adanya provokator dalam aksi ini. “Setelah kami cek mereka tidak kenal satu sama yang lainnya. Dan itu merupakan orang luar bahkan bukan orang Purworejo yang sengaja akan mengganggu keamanan di Purworejo ini,” kata Kapolres AKBP Rizal Maruto.
Tudingan itu dibantah warga Desa Wadas, Azim Muhammad. Menurut dia upaya menolak tambang batu sudah dilakukan warga, jauh sebelum ada solidaritas dari jaringan solidaritas dan lembaga bantuan hukum.
“Kalau dibilang warga diprovokasi oleh kepentingan lain, itu tidak benar,” kata Azim Muhammad, warga Desa Wadas saat dihubungi SuaraJawaTengah.id, Senin (26/4/2021).
Menurut Azim Muhammad, sejak tahun 2016 warga mulai melakukan perlawanan menolak penambangan batu andesit untuk bahan material Bendungan Bener Purworejo.
“Sementara kita menggandeng seperti Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta dan front Nahdliyin itu baru tahun 2018,” ujar Azim. “Jadi sebelum ada penambahan (jaringan) kami sudah melawan.”
Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) dalam rilis resminya menyebut, giringan opini tersebut adalah upaya mengaburkan fakta, juga merendahkan dan melemahkan kekuatan rakyat.
Rawan Bencana dan Cacat Aturan
Pada banyak kesempatan audiensi dengan sejumlah pihak, Nawaf Syarif Nawawi selalu mempertanyakan dokumen amdal rencana proyek pertambangan batu di Desa Wadas.
Menurut Nawaf, pertambangan batuan andesit di desanya tidak mengantongi analisis dampak lingkungan (amdal).
“Amdal-nya disatukan dengan proyek pembangunan Bendungan Bener. Seharusnya terpisah,” kata Nawaf.
Gempa Dewa pernah melaporkan sejumlah pihak termasuk Gubernur Jawa Tengah ke Ombudsman RI Perwakilan Jateng atas dugaan maladministrasi rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas.
Kuasa hukum warga, Nur Rohman, mengatakan pihak yang dilaporkan diantaranya Gubernur Jateng yang mengeluarkan surat keputusan izin peruntukan lahan (IPL), Balai Besar Wilayah Sungai Opak-Serayu ( BBWSO) sebagai pemrakarsa bendungan, PT. Pembangunan Perumahan (PP) selaku pemenang paket tiga terkait penambangan, dan PT. Viratama yang menerima sub kotrak proyek dari PT. PP.
Dugaan maladministrasi karena rencana penambangan batu andesit tanpa melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Dalam amdal juga tercantum tidak ada warga yang menolak, tapi kenyataannya sebaliknya.
Laporan warga diterima Asisten Bidang Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsman RI Perwakilan Jateng, Nafi Al Rasyid. Ombudsman selanjutnya akan melakukan verifikasi terkait syarat formil laporan, sebelum dilanjutkan verifikasi materil laporan.
“Ini daerah rawan bencana. Kemarin pas hujan di tebing-tebing pinggir jalan kan banyak yang longsor juga. Daerah perbukitan. Masalahnya nanti ini (teknik penambangan) di-blasting juga kan. Takutnya di situ juga nanti longsor,” kata Nawaf Syarif Nawawi, pemuda Desa Wadas yang aktif menolak penambangan.
Benarkah Desa Wadas berada di kawasan rawan bencana, sehingga tidak layak dijadikan lokasi penambangan?
Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo secara topografis berada di Perbukitan Menoreh. Sebagian besar lahan ada di sudut kemiringan terjal dengan jenis batuan beku yang bagian luarnya sedang melapuk menjadi tanah.
Tingkat pelepasan batuan sangat tinggi sehingga potensial menjadi longsor. Berdasarkan Peta Kemiringan Lereng Lembar Purworejo (2004) yang dikeluarkan Bappeda Kab Purworejo, dari 28 desa di Kecamatan Bener, sebagian besar bertopografi miring hingga sangat terjal.
Kecamatan Bener merupakan salah satu dari 6 kecamatan yang rawan bencana longsor lahan di Kabupaten Purworejo.
Muhammad Nursa’ban, dalam judul penelitian: “Identifikasi Kerentanan dan Sebaran Longsor Lahan Sebagai Upaya Mitigasi Bencana di Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo”, merilis data bahwa Desa Wadas termasuk berpotensi tinggi dilanda longsor.
Desa Wadas sama seperti Desa Cacaban Lor, Kedungloteng, Pekacangan, Kaliwader, dan Cacaban Kidul, memiliki kandungan tanah latosal dan alluvial dengan jenis batuan andesit.
Sudut kemiringan lahan di Desa Wadas antara 0-15 derajat. Sehingga mayoritas lahan di Desa Wadas termasuk rawan longsor.
Sosialisasi Terkesan Dipaksakan
Azim Muhammad menjelaskan pihak BBWSO pernah melakukan kunsultasi publik rencana penambangan batu di Desa Wadas. Namun tidak seperti yang dibayangkan, konsultasi itu lebih pada verifikasi kepemilikan tanah, bukan dialog.
Belum pernah ada sosialisasi ganti rugi?
“Belum. Pihak appraisal belum. Karena kami memang menolak, nggak mau merundingkan itu,” kata Azim.
“Semua warga diundang. Warga tahunya konsultasi publik itu dua arah. Mereka nanya, kami juga nanya. Ini kami seperti tidak dikasih waktu untuk bertanya. Bukan dialog. Monolog itu. Akhirnya deadlock kembali.”
Terakhir, sosialisasi rencananya akan dilakukan pada 22 Februari 2021. Namun kembali gagal karena warga menolak pertemuan.
“Kemudian ada pernyataan dari pihak BBWSO bahwa akan pindah alternatif lokasi jika warga masih bersikukuh menolak. Kemudian ada rencana dikaji ulang dan lain sebagainya. Tapi nyatakanya tidak pernah terjadi itu semua,” ujar Azim.
Menurut Azim warga pemilik lahan yang sebagian besar terdampak langsung proyek penambangan sekitar 450 orang. Termasuk warga desa lain yang memiliki tanah di Desa Wadas. Jumlah kepala keluarga di Desa Wadas mencapai sekitar 400-an KK.
Azim menilai, proses sosialisasi saat ini dikebut terkait masa izin penetapan lokasi yang hampir habis. Surat Keputusan (SK) Gubernur Jateng Nomor 509/41/2018, tentang lokasi penambangan batuan andesit di Desa Wadas, habis masa berlakunya pada Juni 2020.
Balai Besar Wilayah Sungai Opak-Serayu (BBWSO) kemudian memperpanjang izin penetapan lokasi (IPL) hingga Juni 2021.
“Makanya sekarang ini betul-betul marathon mereka. Ini kan terkesan terburu-buru sekali. Dari sosialisasi langsung pematokan dan seterusnya. Target mereka tanggal 4 Juni 2021 sudah mulai eksekusi. Sudah clearpembebasan lahan,” kata Azim Muhammad.
Azim berharap, habisnya masa izin penetapan lokasi (IPL) bisa menjadi celah hukum bagi warga untuk membatalkan rencana penambangan batu di Desa Wadas.
Sebelum berlaku Omnibus Law, jika masa perpanjangan IPL telah habis, pemrakarsa proyek harus melalui proses dari awal. Dari mulai melakukan penelitian, sosialisasi, hingga membuat dokumen amdal (analisis dampak lingkungan).
Warga mendesak Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menganulir SK penetapan lahan dan mendengar aspirasi warga.
“Apapun yang terjadi kami akan tetap menolak. Warga tetap kompak, sepakat untuk menolak dan bertahan sampai menang. Sampai kita menemukan titik terang,” kata Slamet.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
-
Silsilah Keluarga Yuli Hastuti, Cabup Termiskin di Indonesia yang Membangun Dinasti
-
Berapa Kekayaan Cabup Purworejo Yuli Hastuti? Viral Usai Disebut Calon 'Termiskin'
-
Curiga Ada yang Menutupi, Legislator PKB Minta Kapolri Turun Tangan Kasus Pemerkosaan Kakak Adik di Purworejo
-
Kronologi 13 Orang Perkosa Anak di Bawah Umur di Purworejo, Hotman Paris Turun Tangan
-
Sosok Yuli Hastuti, Bupati Termiskin di Indonesia: Tak Punya Tanah dan Rumah Pribadi, Total Kekayaan Cuma Rp 367 Juta
Terpopuler
- Harta Kekayaan Roy Suryo yang Dituduh sebagai Pemilik Akun Fufufafa
- TikToker Intan Srinita Minta Maaf Usai Sebut Roy Suryo Pemilik Fufufafa, Netizen: Tetap Proses Hukum!
- Beda Respons Ariel NOAH dan Raffi Ahmad Kunjungi Patung Yesus Sibea-bea
- Reaksi Tajam Lex Wu usai Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf Gegara Paksa Siswa SMA Menggonggong
- Innalillahi, Elkan Baggott Bawa Kabar Buruk Lagi H-1 Timnas Indonesia vs Jepang
Pilihan
-
Sah! BYD Kini Jadi Mobil Listrik Paling Laku di Indonesia, Kalahkan Wuling
-
Penyerangan Brutal di Muara Komam: Dua Korban Dibacok, Satu Tewas di Tempat
-
Kata Irfan Setiaputra Usai Dicopot Erick Thohir dari Dirut Garuda Indonesia
-
5 Rekomendasi HP Rp 6 Jutaan Spek Gahar, Terbaik November 2024
-
Lion Air Bikin Aturan Baru Mulai 1 Desember: Bawa Kardus Besar, Siap-Siap Rogoh Kocek Lebih Dalam!
Terkini
-
Semarang Diperkirakan Hujan Ringan, Warga Diminta Tetap Waspada
-
Pentingnya Sanitasi Dasar untuk Kesejahteraan Warga Jawa Tengah
-
Local Media Community 2024 Roadshow Class Purwokerto: Trik Manfaatkan AI Untuk Sumber Pendapatan Baru
-
Produktivitas Sumur Tua Melejit, BUMD Blora Hasilkan 410.000 Liter Minyak!
-
Waspada Leptospirosis! RSUD Cepu Ingatkan Potensi Wabah di Musim Hujan