Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 10 Juni 2022 | 18:04 WIB
Kusir andong menunggu wisatawan di pintu masuk sisi utara Candi Borobudur. (Suara.com/ Angga Haksoro Ardi).

Tidak semua kuda mudah diserang panik. Banyak juga yang anteng dan santai saja berdiri bersebelahan dengan bus yang menderu.

"Parkir khusus itu kan untuk antisipasi. Ada kuda yang cuma sama plastik kecil kena angin itu saja takut. Ada yang takut suara mobil besar regudug.. regudug... Karakter kuda nggak sama."

Selama belum memiliki lahan parkir khusus di dalam kompleks Candi Borobudur, para kusir terpaksa mangkal di pinggir jalan. "Memang sulit. Mau kemana lagi (parkir), kalau memang cuma adanya di situ," ujar Parsudin.

Usaha andong wisata melalui paket “Andong Tilik Ndeso” pernah sangat sangat menjanjikan di Borobudur. Selain menguntungkan secara ekonomi, paket wisata ini memberdayakan warga desa sekitar candi.

Baca Juga: Luhut Tunda Kenaikan Tarif Tiket Candi Borobudur, Ganjar: Itu Bijaksana

Pada musim Liburan, Juli 2018, pengelola paket wisata Andong Tilik Ndeso Borobudur meraup omzet Rp23.686.000. Jumlah itu sudah diluar bagi hasil dengan PT Taman Wisata Candi Borobudur sebesar Rp45.125.000.

Dari omzet tersebut, pengelola paket wisata Andong Tilik Ndeso mampu menyumbang Rp7.220.000 untuk 4 dusun yang dilalui trip andong.

Dusun yang dilintasi andong wisata menerima kutipan Rp1.000 dari tiap tiket yang terjual. Dana itu digunakan untuk membersihkan jalan atau memenuhi kebutuhan dusun.

"Itu kampung-kampung bisa buat untuk beli bolo pecah (piring dan gelas) dan untuk kegiatan kampung. Tiap bulan, minim itu dapat Rp1,5 juta."

Pendapat kusir juga naik karena mendapat bagian Rp50 ribu dari harga tiket sebesar Rp100 ribu. Frekuensi menarik andong wisata juga lebih banyak dibanding menarik penumpang biasa.

Baca Juga: Perlu Dialog Pelaku Wisata Soal Tarif Masuk Candi Borobudur

Jika menarik penumpang biasa dari Pasar Borobudur misalnya, kusir hanya mendapat upah Rp20 ribu sampai Rp25 ribu.

Load More