- Aksi demo berubah anarkis, picu penjarahan dan rusuh.
- Akademisi UIN Walisongo tolak kekerasan, curiga ada pihak ketiga.
- Adib ingatkan bahaya terulang tragedi Mei 1998 silam.
SuaraJawaTengah.id - Eskalasi kekerasan dalam gelombang unjuk rasa atau demonstrasi di berbagai kota di Indonesia memicu kekhawatiran serius dari kalangan intelektual.
Aksi yang semula merupakan luapan kekecewaan rakyat kini dibayangi oleh anarkisme, penjarahan, dan perusakan yang dikhawatirkan dapat mengarah pada tragedi kemanusiaan yang lebih besar.
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Kholidul Adib, dengan tegas menyuarakan penolakannya terhadap metode kekerasan yang mewarnai demonstrasi.
Menurutnya, meski kemarahan publik dapat dipahami, anarkisme bukanlah jalan keluar dan justru merugikan perjuangan itu sendiri.
"Saya tidak setuju dengan demo yang anarkhis, kekerasan dan penjarahan," tegas Kholidul Adib dikonfirmasi pada Minggu (31/8/2025).
Lebih jauh, ia melihat adanya kejanggalan dalam pola kerusuhan yang terjadi.
Pembakaran fasilitas umum, penjarahan rumah tokoh elite politik yang jadi target, dan perusakan yang meluas di beberapa titik, seperti yang terjadi di Jakarta, Semarang, Pekalongan, Solo, Surabaya, hingga ke Makassar memunculkan dugaan adanya pihak ketiga yang sengaja memperkeruh suasana.
"Saya mencurigai ada oknum-oknum yang memperkeruh keadaan dengan melakukan pembakaran dan penjarahan yang seolah ini berjalan sistematis dan terarah," ungkapnya.
Kecurigaan ini bukan tanpa dasar. Laporan di lapangan menunjukkan beberapa insiden perusakan tidak dilakukan oleh massa utama pengunjuk rasa, melainkan oleh kelompok-kelompok kecil yang bergerak terorganisir di tengah kerumunan.
Baca Juga: AICIS 2024 Hasilkan Sembilan Butir Piagam Semarang, Apa Saja Isinya?
Mereka menyasar properti yang tidak terkait langsung dengan simbol pemerintah, menciptakan ketakutan dan mengalihkan fokus dari tuntutan utama rakyat.
Kondisi ini, menurut Adib, sudah berada di titik genting. Ia mendesak semua elemen, baik massa aksi, aparat keamanan, maupun pemerintah, untuk segera mengambil langkah de-eskalasi. Tanggung jawab untuk menghentikan spiral kekerasan ini berada di pundak semua pihak.
"Amuk massa hari-hari ini harus segera dihentikan. Semua pihak harus menahan diri untuk tidak melakukan kerusakan dan penjarahan," serunya.
Peringatan paling keras yang disampaikannya adalah potensi terulangnya sejarah kelam bangsa.
Adib membangkitkan memori kolektif tentang kerusuhan Mei 1998, sebuah periode huru-hara yang diwarnai penjarahan massal, kekerasan seksual, dan pembakaran yang menyasar etnis tertentu.
Ia khawatir, jika situasi anarkis ini terus dibiarkan dan dipelihara, Indonesia bisa kembali terjerumus ke dalam jurang yang sama.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
Terkini
-
Tahun Pertama Pimpin Jateng, Rapor Kinerja Ahmad Luthfi Diapresiasi Budayawan
-
Fortuner 2024 vs Pajero 2024? Ini 7 Perbandingan Kedua Mobil Tersebut
-
BRI Diapresiasi atas Peran Strategis dalam Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan
-
Dari Reruntuhan Menuju Harapan, Kementerian PU Bangun Kembali Ponpes Darul Mukhlisin Pascabanjir
-
10 Wisata Jepara Terpopuler yang Wajib Kamu Kunjungi Saat Libur Akhir Tahun 2025