Lakum Dinikum Waliyadin, Menengok Rukunnya Umat Beragama di Banjarpanepen

Jadi itu yang kemudian menjadi pedoman bagi anak cucu, sehingga toleransi dan kebersamaan bisa terus terjaga, kata guru ngaji tersebut.

Agung Sandy Lesmana
Selasa, 03 September 2019 | 04:55 WIB
Lakum Dinikum Waliyadin, Menengok Rukunnya Umat Beragama di Banjarpanepen
Sejumlah warga saling berbagi makanan dalam Grebeg Suran Desa Banjarpanepen Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas Jawa Tengah, Senin (2/9/2019). (Suara.com/Teguh Lumbiria).

SuaraJawaTengah.id - Berbeda dengan desa pada umumnya, masyarakat Desa Banjarpanepen Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah memiliki keberagaman keyakinan, mulai dari Islam, Kristen, Buddha hingga penganut kepercayaan.

Namun dari kemajemukan itu, mereka hidup harmonis. Sikap saling menghormati, memahami perbedaan dan menghargai keberagaman telah tertanam di hati masyarakat.

Bahkan kekinian, sikap toleran kian nyata diwujudkan oleh antarumat beragama di sana. Dalam penyelenggaraan Hari Raya Waisak, misalnya, penganut non Budha pun dengan senang hati turut serta membantunya.

Maka tidak berlebihan, ketika Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Banyumas mencanangkan desa di pelosok Banyumas itu sebagai desa sadar kerukunan.

Baca Juga:Wagub Jabar: Persatuan dan Kerukunan adalah Aset Terbesar Bangsa

Pencanangan itu dilakukan Bupati Banyumas Achmad Husein, Senin (2/9/2019), disaksikan masing-masing penganut agama dan kepercayaan, maupun pihak terkait.

Seorang tokoh Agama Buddha Banjarpanepen, Maryono menceritakan, toleransi antarumat beragama sudah melekat pada diri masyarakat setempat. Semenjak kecil hingga memasuki usia lanjut kini, dia tidak sekalipun mendapati adanya gesekan, apalagi konflik antaragama di desanya.

“Selama ini kami hidup rukun satu sama lain. Tidak ada itu persoalan,” kata Maryono yang lahir, besar dan mengisi hari tua di Banjarpanepen tersebut.

Tidak hanya rukun, sikap saling tolong menolong juga melekat pada masing-masing penganut agama. Dia merasakan sendiri, kerap mendapatkan bantuan ketika penganut Budha tengah punya kegiatan, seperti merayakan hari besar.

"Kalau hari Waisak di Vihara jika ada pemasangan tenda, atau ada acara wayang, misalnya, umat-umat agama lain biasanya ikut membantu,” kata Maryono.

Baca Juga:Doa Salat Gaib di Masjid Agung Jawa Tengah untuk KPPS: Jaga Kerukunan

Demikian halnya bila penganut agama lain tengah merayakan hari besar. Maryono dan sekitar 160 KK penganut Budha juga ikut membantunya.

“Kalau pas Idul Fitri atau Lebaran, kami biasanya datang dan bahkan didatangi umat Islam untuk saling maaf-maafan," ujarnya.

Tokoh Agama Kristen Banjarpanepen, Wagiman menyatakan senada. Kerukunan, toleransi dan saling tolong-menolong antarumat beragama di desanya sudah berlangsung sejak lama.

"Selama ini tidak pernah ada perselisihan. Semua tercipta dalam sebuah kerukunan,” kata Wagiman.

Wagiman mengatakan, umat Kristen di Banjarpanepen 95 KK dengan jumlah sekitar 372 jiwa.

“Jadi pada prinsipnya sama, yakni mengutamakan kebersamaan. Apalagi terfasilitasi oleh desa, dan tokoh agama maupun tokoh masyarakat juga memiliki peranan penting dalam menciptakan kebersamaan ini,” kata dia.

Tokoh Agama Islam yang juga Kaur Kesra Banjarpanepen, Mitro mengistilahkan Banjarpanepen sebagai ‘pancasila kecil’ yang warganya memiliki beragam keyakinan, namun erat menjaga kerukunan.

“Jadi antaragama justru saling membantu. Kalau di Islam lagi ada PHBI (peringatan hari besar Islam), yang (agama lain) ikut bantu, dari tenaga, konsumsi dan lainnya. Begitu juga sebaliknya,” kata Mitro.

Mitro menyampaikan dalam bahasanya, bahwa kerukunan antarumat beragama di desanya tercipta karena saling menghormati satu sama lain.

“Jadi lakum dinukum waliyadin (bagimu agamamu, bagiku agamaku),” kata dia.

Di luar itu, komitmen untuk menjaga kebersamaan itu sudah ditanamkan oleh nenek moyang pendahulunya. Itu pula yang kemudian dijaga karena memiliki sisi positif untuk menjaga kerukunan.

“Jadi itu yang kemudian menjadi pedoman bagi anak cucu, sehingga toleransi dan kebersamaan bisa terus terjaga,” kata guru ngaji tersebut.

Tidak hanya penganut, fasilitas ibadah masing-masing agama juga ada di desa tersebut. Dari masjid, gereja sampai pura.

Kades Banjarpanepen Mujiono mengatakan, usaha untuk terus menjaga kerukunan antarumat beragama juga menjadi perhatian pemerintah desa.

“Kami ada pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat setiap bulan. Kami bareng-bareng musyawarah. Misalnya ada kegiatan, ya mereka kita ajak bareng-bareng,” kata dia.

Satu contoh kegiatan Grebeg Suran yang dilaksanakan bersamaan dengan Pencanangan Banjarpanepen sebagai desa sadar kerukunan. Semua tokoh dan ribuan masyarakat ikut terlibat langsung sehingga pelaksanaannya berjalan dengan baik.

Ketua FKUB Banyumas Dr Mohamad Roqib MAg mengatakan, pencanangan Desa Banjarpanepen sebagai desa percontohan sadar kerukunan yakni dengan potret masyarakat yang saling menghormati dan menjunjung tinggi sikap toleransi dalam kehidupan beragama.

Menurut Roqib, perbedaan itu adalah rahmat Tuhan. Dengan pemikiran tersebut, maka semua akan hidup damai dan sejahtera penuh toleransi.

“Itu terlihat di Desa Banjarpanepen sehingga melalui konsultasi dengan Bupati Banyumas kami menetapkan dan memutuskan Desa Banjarpanepen sebagai desa sadar kerukunan,” kata Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto tersebut.

Pihaknya mengharapkan, pengukuhan tersebut bisa semakin meningkatkan semangat masyarakat dalam menjaga kebersamaan dan kerukunan warganya.

“Diharapkan ke depannya bisa menjadi contoh bagi Banyumas, atau di Jawa Tengah, bahkan contoh bagi seluruh Indonesia,” kata dia.

Kontributor : Teguh Lumbiria

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak