Di tengah peningkatan jumlah kasus dari hari demi hari itulah, proses Pilkada 2020 dilakukan. Pertarungan seru sedang terjadi di lini politik di satu sisi dan pergulatan melawan virus corona di sisi lain.
Begitu kuatnya persaingan politik--dengan pengerahan massa--protokol kesehatan terlupakan. Seruan memperhatikan protokol kesehatan kalah suara dengan pengeras dari mobil-mobil bak terbuka dan truk-truk pembawa "sound system" untuk mengiring sang jagoan ke kantor KPU.
Itu baru pendaftaran calon, belum di kegiatan lainnya. Dari sosialisasi hingga kampanye, semua melibatkan massa.
Tak ada beda pilkada sebelumnya dengan saat ini. Wabah tak menyurutkan pegiat-pegiat politik untuk menyemarakkannya.
Baca Juga:PKL Malioboro Meninggal Positif Covid-19 dan 4 Berita Top SuaraJogja
Padahal sejak awal penyebaran di kota asalnya (Wuhan), virus ini menyebar dari kerumunan. Misalnya, pasar, kafe, restoran, perkantoran, dan angkutan publik.
Kekhawatiran munculnya klaster pilkada bukan mengada-ada karena tipikal virus ini yang bermula dari kerumunan dan kontak langsung maupun tidak langsung. Fakta yang telah terjadi menunjukkan bahwa "dimana ada kerumunan, di situlah ada potensi penularan".
Dalam konteks pencegahan penyebaran virus corona di arena pilkada itulah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bersama pihak terkait mengidentifikasi pelanggaran protokol kesehatan oleh calon kepada daerah.
Mendagri kemudian menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada lebih dari 50 calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan COVID-19.
Pelanggaran terhadap protokol kesehatan tersebut, menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Akmal Malik dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (7/9), dilakukan para calon kepala daerah pada saat deklarasi pencalonan, pendaftaran ke kantor KPU dan saat pembagian bantuan sosial.
Baca Juga:Sebelum Daftar, Paslon Machfud - Mujiaman Ziarah ke Makam Mbah Bungkul
Temuan Bawaslu