Akankah Pengembangan Vaksin Nusantara Besutan Terawan akan Dihentikan?

Kehadiran Vaksin Nusantara gagasan dari Terawan Agus Putranto tidak membuat semua orang di negeri ini bahagia, bahkan ada yang minta pengembangan itu dihentikan

Budi Arista Romadhoni
Minggu, 21 Februari 2021 | 11:19 WIB
Akankah Pengembangan Vaksin Nusantara Besutan Terawan akan Dihentikan?
Menteri Kesehatan Terawan dan Ilustrasi Vaksin Covid-19 atau vaksin nusantara. (Suara.com/Dini Afrianti & Shutterstock)

SuaraJawaTengah.id - Terawan Agus Putranto beberapa kali menjadi perbincangan publik karena profesinya sebagai dokter, dan saat menjabat menteri kesehatan. Kali ini namanya kembali mencuat, usai kedapatan menggagas vaksin nusantara

Vaksin Nusantara, digagas Terawan saat menjabat sebagai menteri kesehatan. Upayanya itu adalah ingin membuat vaksin buatan anak dalam negeri sendiri. 

Namun demikian, kehadiran vaksin nusantara besutan Terawan itu membuat pro kontra dari ilmuan maupun praktisi kesehatan yang ada di Indonesia. Padahal, vaksin nusantara diklaim menjadi vaksin Covid-19 termurah di Indonesia bahkan di Dunia. 

Kehadiran Vaksin Nusantara seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Tapi entah kenapa terdapat beberapa orang ingin pengembangan vaksin Nusantara ini dihentikan. 

Baca Juga:Pembuatan Vaksin Nusantara Besutan Terawan Hanya Butuh Waktu Seminggu

Tidak sekali ini saja, Terawan juga pernah mendapatkan pertentangan dan dikeluarkan dari IDI gegera menemukan metode cuci otak untuk menyembuhkan penyakit struk. 

Namun, dibalik kontroversialnya itu, hingga sekarang belum ada laporan korban dari praktik-praktik kesehatan dari dokter pensiunan TNI tersebut. 

Epidemiolog UI minta pengembangan Vaksin Nusantara dihentikan

Dilansir dari Ayosemarang.com, (  Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono berpandangan, vaksin nusantara yang mengandung vaksin dendritik, sebelumnya banyak digunakan untuk terapi pada pasien kanker yang merupakan terapi yang bersifat individual.

Menurut Pandu, untuk imunoterapi kanker bukan karena setiap orang diberi jumlah sel dendritik, tetapi karena setiap orang sel dendritik-nya bisa mendapat perlakuan yang berbeda. Dalam hal ini yang disesuaikan adalah perlakuan terhadap sel dendritik tersebut.

Baca Juga:BPOM Belum Keluarkan Izin Uji Coba Fase 2 Vaksin Nusantara Terawan

"Jadi pada imunoterapi kanker sel dendritik tetap diberi antigen, tetapi antigennya bisa dari tumornya dia sendiri. Karena itu sifatnya personal," kata Pandu dihubungi di Jakarta, Sabtu (20/2/2021).

Terkait hal itu, Pandu memberikan dua catatan. Pertama, membandingkan perbedaan sel dendritik pada terapi kanker dengan vaksin dendritik. Bahwa untuk terapi kanker sel dendritik tidak ditambahkan apa-apa, hanya diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut.

"Sementara, pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus," ujarnya.

Kedua, bahwa sel dendritik perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi resiko.

Dengan demikian, sangat besar risiko, antara lain sterilitas, pirogen (ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi), dan tidak terstandar potensi vaksin karena pembuatan individual.

"Jadi, sebenarnya sel deindritik untuk terapi bersifat individual, dikembangkan untuk terapi kanker. Sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal," tegas Pandu.

Oleh karena itu, Pandu Riono meminta Menteri Kesehatan, Budi Sadikin untuk menghentikan vaksin nusantara demi kepentingan kesehatan masyarakat Indonesia.

"Itu kan menggunakan anggaran pemerintah (Kemenkes) atas kuasa pak Terawan sewaktu menjabat Menkes," tegasnya.

IDI Meradang

Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zubairi Djoerban meragukan klaim Vaksin Nusantara bisa membentuk kekebalan tubuh atau antibodi seumur hidup terhadap virus Covid-19.

Zubairi menyebut klaim efikasi vaksin harus dibuktikan dengan uji klinis, sementara Vaksin Nusantara gagasan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu baru melewati fase uji klinis tahap pertama.

"Vaksin nusantara diklaim menciptakan antibodi seumur hidup. Mana buktinya? Data uji klinis fase duanya saja belum ada, apalagi fase tiga. Jadi, jika mau bicara klaim, tentu harus dengan data. Harus dengan evidence based medicine. Jangan membuat publik bingung," kata Zubairi melalui twitternya @ProfesorZubairi dikutip Suara.com, Jumat (19/2/2021).

Padahal vaksin lain seperti Moderna, Sinovac, atau pun Pfizer yang sudah melalui uji klinis tahap ketiga saja belum bisa memastikan berapa lama antibodinya bertahan.

"Tidak ada itu klaim yang mereka sampaikan bahwa antibodi dari vaksin-vaksin tersebut bisa bertahan enam bulan, satu tahun, apalagi seumur hidup," ucapnya.

Oleh sebab itu, dia meminta tim peneliti Vaksin Nusantara agar transparan dan tidak mengumbar klaim sehingga masyarakat bisa paham.

"Sekali lagi, saya mendukung upaya eradikasi, seperti vaksin. Tapi perlihatkan kepada publik datanya. Biar tak gaduh. Vaksin Influenza saja bertahan kurang lebih setahun karena dipengaruhi mutasi virusnya. Duh, saya tak tahu motif klaim vaksin nusantara itu. Ada yang tahu?" tutupnya.

Ahli Biologi sebut temuan Terawan tak relevan

Ahli Biologi Molekuler Ines Atmosukarto mempertanyakan pengembangan vaksin nusantara dengan sel dendritik di tengah situasi pandemi. Menurutunya, pengembangan vaksin nusantara dengan pendekatan yang rumit tidak rasional di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Saat dihubungi Suara.com, Kamis, (18/2/2021), Ines menjelaskan betapa rumitnya pengembangan vaksin dengan pendekatan ini. Ines memaparkan bahwa sel dendritik tersebut berasal dari sel darah putih.

Sel dendritik ini berfungsi untuk berpatroli dan melihat sesuatu yang asing di dalam tubuh seperti virus dan bakteri. Jika ia menemukan sesuatu yang asing akan diproses dan mengingatnya sebagai 'penyusup'.

Nantinya sel dendritik ini akan mengajari Sel T yg kemudian membantu Sel B. Ines menjelaskan, bahwa Sel B sendiri berfungsi untuk membuat antibodi mana yang mesti dibuat.

"Biasanya ini terjadi di dalam tubuh kita. Dalam vaksin nusantara ini darah dari si pasien (relawan) itu diambil kemudian melalui alat itu mereka akan mengambil sel darah putih dipisahkan dan dipisahkan di dalam cawan, dan sel dendritik diperkenalkan dengan antigen," ujar Ines menjelaskan.

"Semua dilakukan di lab, kemudian itu ditambahkan sitokin GM-CSF selama kurang lebih minggu baru dikembalikan ke tubuh."

Ines sendiri mengungkapkan bahwa ia tidak ada masalah dengan konsep ini. Karena konsep serupa juga diaplikasikan untuk pengembangan vaksin kanker. Namun, untuk situasi pandemi Covid-19, Ines mengatakan bahwa hal itu tidak rasional.

"ini tidak relevan di dalam konteks pandemi Covid-19 karena Covid-19 itu bukan kanker, dan vaksin itu diberikan ke orang sehat. Berarti sistem imun itu oke, sel dendritik itu bisa bekerja optimal, untuk apa dilakukan pendekatan berbelit-belit, kita tahu vaksin dengan teknologi yang sekarang sudah ada dan disuntikkan ke manusia sudah mendapatkan izin persetujuan darurat,"kata Ines.

Selain itu, lanjut Ines, pendekatan personalisasi ini membutuhkan peralatan dan laboratorium.

"Ini penelitian yang menurut saya tidak bermanfaat karena sudah ada dan pendekatan yang lebih simpel dan aman untuk si pasien, kan ini penelitian butuh relawan, apakah ini memanfaatkan relawan dengan baik," kata Ines.

"Ngapain susah-susah kalau yang lebih sederhana saja sudah terbukti bermanfaat."

Tahapan Pembuatan Vaksin Nusantara

Pembuatan Vaksin Nusantara ini telah melalui sejumlah tahapan. Pertama, pengambilan darah dari tubuh pasien. Lalu, sample darah tersebtu dibawa ke laboratorium untuk dipisahkan antara sel darah putih dengan sel dendritik atau sel pertahanan yang dapat mengenali penyebab virus COVID-19.

Kedua, setelah sel berhasil mengenali COVID-19, maka sel dendiritik akan kembali diambil dan disuntikan ke dalam tubuh pasien dalam bentuk vaksin. Proses ini memakan waktu hingga satu minggu dan harapannya setelah disuntik Vaksin Nusantara maka akan memiliki kekebalan atau antibodi yang baik untuk melawan COVID-19.

Setelah pasien disuntik Vaksin Nusantara, sel dendritik yang sudah diinkubasi dan diperkenalkan dengan virus Corona, akan memicul sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap virus Corona penyebab COVID-19.

Vaksin Nusantara telah melalui uji klinis tahap 1 dengan melibatkan 27 relawan pada Kamis (17/2/2021). Berikutnya, Vaksin Nusantara akan melakukan uji klinis tahap II dengan melibatkan 180 relawan. Terakhir, uji klinis tahap II melibatkan 1.600 relawan.

Beberapa kelebihan Vaksin Nusantara dibandingkan vaksin COVID-19 lainnya ialah:

  • Diproduksi di dalam negeri dan didistribusikan oleh perusahaan lokal.
  • Lebih dari 90% komponen dibuat oleh perusahaan lokal.
  • Produksi tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar karena tidak memerlukan pabrik dan bisa dibuat di klinik, rumah sakit, maupun lab.
  • Harga murah dan bersaing atau sekitar Rp 140 ribu.
  • Tidak ada vaksin cadangan yang terbuang karena dibuat dari sel darah seseorang dan diterima oleh orang yang sama dalam bentuk vaksin.
  • Biaya pengiriman rendah karena tidak butuh alat penyimpanan suhu -80 celcius.
  • Cocok untuk kondisi medis yang tidak dapat dicakup oleh vaksin lain.
  • Mudah diadaptasi untuk patogen baru. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini