Pantura Jateng Terancam Tenggelam, Bagaimana Solusinya?

Beragam solusi ditawarkan kepada pemerintah untuk menahan pantura jateng agar tidak tenggelam

Budi Arista Romadhoni
Minggu, 29 Agustus 2021 | 13:51 WIB
Pantura Jateng Terancam Tenggelam, Bagaimana Solusinya?
Foto udara perumahan warga terendam banjir di Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (26/2/2021). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra

“Kota pekalongan ini memang tidak memiliki sumber air permukaan, semuanya mengambil dari air tanah. PDAM, sektor industri, kegiatan perhotelan, dan sebagainya yang mengambil air tanah secara massif,” jelas Anita Heru Kusumorini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kota Pekalongan, seperti dikutip dari Jatengprov.go.id.

Guna menanggulangi dampak uruk penurunan muka tanah, Pemerintah Kota Pekalongan mengeluarkan moratorium atau penangguhan rekomendasi pengambilan air bawah tanah. Hal ini dilakukan terutama di wilayah Pekalongan utara. Meskipun langkah tersebut bukanlah solusi yang tepat.

“Moratorium itu tidak menghentikan penurunan muka tanah. Boleh dilakukan, tapi harus memberikan alternatif lain. Misalnya apakah kemudian pengambilan air permukaan, ada teknologi recharging air, atau air daur ulang. Jadi mereka punya pilihan,” jelas Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Mila Karmilah, Minggu (22/8/2021).

Mila mengungkapkan bahwa pembatasan dan pelarangan penggunaan air bawah tanah mestinya tak menyasar masyarakat umum saja. Namun, kebijakan tersebut lebih ditujukan kepada pelaku industri dan perhotelan.

Baca Juga:Karimunjawa dan Merapi-Merbabu Antarkan Gubernur Ganjar Dapat Penghargaan Pariwisata

“Kalau hanya masyarakat, tidak terlalu besar [dampaknya]. Yang menyebabkan penurunan muka tanah yang signifikan itu adalah industri dan hotel. Itu yang harus dipikirkan. Pembatasan harus dilakukan, di awal. Tetapi harus diikuti pelarangan dan solusi,” jelasnya.

Kebijakan pembatasan dan pelarangan penggunaan air bawah tanah, menurut Mila, mestinya juga diambil oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Pasalnya, kebijakan di tingkat provinsi lebih memiliki kekuatan secara hukum.

“Sehingga, itu akan menjadi kebijakan yang diikuti tak hanya oleh 2 kabupaten dan kota, tapi juga wilayah lain di pesisir [Jawa Tengah] yang kemungkinan memiliki permasalahan yang sama. Itu seharusnya kebijakan yang diturunkan dari provinsi,” jelasnya.

Untuk mengatasi penurunan muka tanah, pemerintah juga mesti melakukan pembatasan beban bangunan. Terlebih di wilayah dengan penurunan muka tanah tahunan yang tinggi. Pasalnya, menurut Mila, infrastruktur dengan beban bangunan yang tinggi ikut memperparah land subsidence.

“Memang pembangunan di Pantura itu dari awal konsepnya meminimalkan biaya. Jadi pembangunan akhirnya terpusat di wilayah pantai. Karena ada pelabuhan dan bandara. Jadi banyak pergudangan dan industri di wilayah pesisir. Ini perlu diperhatikan bagaimana pembangunan itu tidak membebani wilayah Pantura. Pengurangan beban perlu dilakukan, apalagi pembangunan jalan tol dan tanggul itu akan semakin memperparah kondisi di Pantura,” jelas Mila.

Baca Juga:Pemprov Jateng Izinkan Sekolah Gelar Tatap Muka Terbatas 30 Agustus, Ini Syaratnya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak