SuaraJawaTengah.id - Kesenian kuda lumping “Sekar Diyu” peninggalan pasukan Pangeran Diponegoro di kawasan Borobudur Kabupaten Magelang kembali dipentaskan. Dikreasikan lebih modern dengan harapan menarik minat generasi muda.
Menurut Muhdhori (48 tahun), salah seorang pimpinan “Sekar Diyu”, kesenian kuda lumping di Dusun Tingal Wetan terkait dengan sejarah berdirinya Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur.
Babat alas Desa Wanurejo dulu dipimpin oleh pepunden desa Kiai Wanutejokusomo yang bergelar Bendhoro Pangeran Haryo. Kiai Wanu adalah putra Sultan Yogyakarta Hamengku Buwono II.
Kiai Wanu adalah pengikut setia Pengeran Diponegoro yang terlibat Perang Jawa melawan Belanda. Salah satu tugas Kiai Wanu adalah melatih warga desa berperang membantu Pangeran Diponegoro.
Baca Juga:Sampai Disorot Media Asing, Pria Magelang yang Nikahi Rice Coker Kini Berakhir Ngenes
Dipakailah kesenian kuda lumping sebagai kamuflase olah kanuragan pasukan Diponegoro. “Itu (awalnya) olah kanuragan biar tidak diketahui Belanda, Dipakai kuda kepang yang terbuat dari anyaman bambu. Agar tidak dicurigai Belanda,” kata Muhdhori.
Dalam melatih fisik dan strategi perang, Kiai Wanu dibantu Mbah Suronegoro. Kedua orang ini yang kemudian menjadi cikal bakal pendiri Desa Wanurejo.
Seiring berjalannya waktu, latihan olah kanuragan kuda lumping beralih menjadi kesenian rakyat. Gerak tarian kuda lumping diambil dari teknik berkuda dan bela diri pasukan.
Menurut Muhdhori, kelompok kesenian kuda lumping “Sekar Diyu” terbagi dalam dua aliran. Satu kelompok menampilkan kesenian kuda lumping klasik dan yang lainnya beraliran modern.
“Kalau yang klasik itu ada sejarahnya. Cerita babat Pangeran Diponegoro. Grupnya sama, satu organisasi. Cuma ada yang tarian klasik dan kreasi,” ujar Muhdhori, usai pementasan virtual kuda lumping “Sekar Diyu” di Panggung Mandala Wisata, kompleks Tourist Information Center (TIC) Borobudur.
Baca Juga:Kisah 3 Ikan Mas Sendang Piwakan Magelang, 'Hilang' Misterius Saat Kemarau
Pementasan virtual di panggung Mandala Wisata juga mempertemukan pelaku seni tradisional berusia tua dengan para penari-penari muda bahkan anak-anak.
Warok Bocah Simolodro yang melakukan pementasan pada 17 Oktober 2021 beranggotakan belasan penari anak-anak berusia 8 tahun hingga 17 tahun. Kelompok seni ini memadukan tarian dengan beragam dolanan anak-anak.
“Kesenian menjadi media untuk mengumpulkan generasi di kampung saya dan desa tetangga. Kesenian itu media untuk guyub rukun,” kata Mbah Naru Sutrisno, pengasuh kelompok seni Warok Bocah Simolodro.
Menurut Mbah Naru, anggota awal Sanggar Seni Simolodro di Desa Kalegen, Kecamatan Bandongan sekarang sudah berusia lanjut. Selain tari warok, Sanggar Simolodro mengajarkan tari Bali, kuda kepang, serta jathilan kuno era Mataram. “Ini sekarang sudah cucu saya yang main.”
Pentas virtual kesenian di Panggung Mandala Wisata TIC Borobudur diadakan agar para seniman di Kabupaten Magelang tetap bisa berkreasi di masa pandemi. Lebih dari setahun, para pegiat kesenian rakyat ini berhenti melakukan pementasan.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Disparpora) Kabupaten Magelang, Slamet Achmad Husein, potensi wisata dan budaya harus terus dikembangkan meski situasi masih pandemi.