“Harapan saya orang yang pakai batik ini bisa sembuh. Filosofi batik motif tambal itu kalau zaman dulu dipercaya bisa meyembuhkan orang sakit,” kata Ngumri.
Selain motif utama, Ngumri menambahkan motif latar berupa 7 titik-titik. Dalam keyakinan Jawa, 7 bermakna pitulungan atau pertolongan.
“Latarnya detail itu ada titik-titik 7. Tujuh (pitu) dalam filosofi Jawa kan artinya pitulungan. Kemudian ada motif bumi untuk menggambarkan bahwa virus itu menyebar di bumi.”
Lembar batik berukuran panjang 2,5 meter dan lebar 115 centimeter itu laku terjual seharga Rp 2 juta. Tapi Ngumri mengaku sedikit menyesal telah menjual karya batik pertamanya.
Baca Juga:FGD: Pariwisata Mulai Ramai, Jogja Bangkit dari Pandemi?
Mulanya dia berharap bisa menyimpan karyanya itu sebagai kenang-kenangan. Jika suatu saat nanti memiliki galeri batik sendiri, Ngumri berharap karyanya itu bisa dipajang sebagai memoar perjalanan karir.
“Tapi nggak apa juga (terjual). Jika waktu itu nggak dibeli orang, usaha (batik) saya sekarang juga nggak akan dikenal.”
Ngumri saat ini sedang menggarap dua karya lainnya yang dipersiapkan sebagai seri batik Corona. Jika pada karya pertama, motif batik menceritakan asal muasal virus, pada karya selanjutnya dia akan berkisah soal dampak Covid dan harapan yang tumbuh pasca pandemi.
Temanya lebih banyak mengarah pada batik tradisional. Jika sebelumnya motif tambal hanya digunakan sebagai latar, pada karya batik selanjutnya akan menjadi tema utama.
“Jadi harapan sembuh lewat filosofi batik tradisional itu lebih banyak. Saya pingin batik yang sekarang itu motifnya full betul-betul batik tambal,” ujarnya.
Baca Juga:Mulai Kerja dari Kantor, Ini 6 Promo ShopeePay Biar Kamu Bisa Lebih Hemat!
Ngumri berharap batik karyannya menjadi simbol harapan banyak orang yang sembuh dari Covid. Pencegahan penularan virus dapat dijaga dan tidak berlarut-larut. “Istilahnya lewat motif batik yang sekarang lebih banyak memohon pertolongan.”