"Jadi kalau ABK itu gajinya dibagi dua, ada yang dikasih di kapal dan ada juga yang dikasih atau ditransfer kepada keluarga," jelasnya.
Selain tergiur dengan janji manis soal gaji, para korban terpaksa menjadi ABK di kapal asing karena desakan ekonomi selama pandemi.
Banyak yang beranggapan mencari pekerjaan saat pandemi cukup sulit. Dengan tawaran menjadi ABK dengan iming-iming gaji yang cukup besar membuat banyak warga yang tertarik menjadi ABK di kapal asing.
"Kebanyakan karena desakan ekonomi saat pandemi, sebagian besar korban tak mempunyai pengetahuan yang mumpuni soal dunia laut," ucapnya.
Baca Juga:Diduga Jatuh ke Perairan Merak saat Mancing, ABK KMP Suki 2 Masih dalam Pencarian
Selain itu, para ABK yang bekerja di kapal tersebut tak melalui training. Hal itu membuat para ABK kesulitan berkomunikasi dengan kapten kapal karena terkendala bahasa.
"Jadi biasanya mereka pakai bahasa isyarat," paparya.
Berdasarkan data SBMI mayoritas agency yang menyalurkan ABK ke kapal asing ilegal. Kurang lebih hanya ada 10 agency yang sudah terdaftar, itupun tak semuanya patuh dengan peraturan.
"Kalau yang ilegal itu ada 45 agency di sekitar Tegal, Pemalang dan Pekalongan," ujarnya.
"Kalau dalam peraturannya untuk menjadi tenaga migran harus diikutkan di jaminan kesehatan sosial, namun kebanyakan malah tak diasuransikan oleh perusahaan," imbuhnya.
Baca Juga:Tuduh Curi HP-nya, ABK Tusuk Empat Rekannya di Muara Baru, Sempat Pesta Miras
Jika dia lihat banyak perusahaan kapal yang tak menerapkan asuransi kecelakaan kepada ABK. Bahkan, banyak juga ABK yang dipaksa tetap bekerja meski dalam keadaan sakit.