Mencari Benang Kusut Perbudakan ABK di Jateng dan Pengaruh Pandemi Covid-19

Menjadi ABK, memaksa seseorang harus hidup di tengah lautan, tak melihat kondisi cuaca dan tingginya ombak, kebutuhan keluarga harus terpenuhi

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 21 Januari 2022 | 10:26 WIB
Mencari Benang Kusut Perbudakan ABK di Jateng dan Pengaruh Pandemi Covid-19
Ketika SBMI dan Greenpeace melakukan aksi di depan Kantor Gubernur Jateng. [suara.com/Dafi Yusuf]

Ada juga perusahaan yang tak bertanggungjawab ketika ada kecelakaan kerja di kapal. Pihaknya pernah mendapat laporan terdapat ABK yang jatuh dari kapal, namun perusahaan tak mau bertanggungjawab.

"Hampir 90 persen ABK di wilayah Tegal dan Pemalang bekerja melalui agency dan perusahaan ilegal," katanya meyakinkan.

Dia menegaskan, apa yang dialami ABK di kapal adalah perbudakan. Banyak ABK yang terisolasi di tengah laut selama bertahun, komunikasi para ABK terputus dengan keluarga.

Laporan yang dia peroleh, terdapat ABK yang dipaksa bekerja selama 20 jam. Hal itu membuat para ABK banyak yang depresi karena tertekan.

Baca Juga:Diduga Jatuh ke Perairan Merak saat Mancing, ABK KMP Suki 2 Masih dalam Pencarian

Sejauh ini, SBMI sudah mengadu kepada Dinas Ketenagarkerjaan (disnaker) daerah dan provinsi namun tak ada respon yang serius. Selain itu, dinas-dinas tersebut juga tak mempunyai data soal berapa banyak ABK yang ikut di perushaan ilegal.

"Peran pemerintah itu masih kurang, mereka seolah-olah tak mau tahu. Banyak kasus yang masih mandeg di mereka," paparnya.

Perusahaan Tak Menerapkan K3

Sementara itu, Juru kampanye laut Greenpeace Indonesia, Afdillah menambahkan, selama 2015-2021 sebanyak 45 ABK Indonesia meninggal saat bekerja kapal ikan asing dan 21 di antaranya (46,6%) berasal dari Jawa Tengah.

Hal itu disebabkan praktik penipuan, penjeratan utang dan kerja paksa dalam perekrutan dan penempatan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan asing.

Baca Juga:Tuduh Curi HP-nya, ABK Tusuk Empat Rekannya di Muara Baru, Sempat Pesta Miras

Dalam laporan yang diterbitkan Greenpeace Asia Tenggara dan SBMI Mei lalu, berjudul “Forced Labour at Sea: The Case of Indonesian Migrant Fishers”, ditemukan sebanyak 20 manning agency (agen perekrut dan penyalur ABK) terlibat dalam praktik ilegal perbudakan ABK Indonesia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak