"Ada juga kejadian seorang ABK yang tangannya terikat, mulutnya dibekap dan tubuhnya terperangkap dalam jaring," ucapya.
Berdasarkan aduan, korban dipaksa bekerja belasan jam setiap hari di bawah intimidasi mental dan fisik, hidup dalam kondisi mengenaskan dengan asupan makan dan minum yang tidak layak, dan tak bisa melarikan diri karena berada di laut lepas yang jauh dari daratan.
"Perbudakan terhadap ABK ini kerap berdampingan dengan praktik perikanan ilegal di skala global yang kita kenal dengan nama IUU (illegal, unreported, unregulated) fishing," imbuhnya.
Permintaan ikan yang terus meningkat sedangkan stok ikan sudah berkurang drastis, membuat banyak perusahaan produk makanan laut dan pemilik kapal sudi melakukan berbagai cara untuk tetap meraup untung, bahkan dengan mengeksploitasi ABK.
Baca Juga:Diduga Jatuh ke Perairan Merak saat Mancing, ABK KMP Suki 2 Masih dalam Pencarian
"Di sisi lain, karena tekanan ekonomi dan keterbatasan lapangan pekerjaan, akan selalu ada anak muda yang berminat menjadi ABK. Rantai ini yang perlu kita putus," harapnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari membenarkan banyak ABK yang meninggal saat melakukan pekerjaan di kapal,
Berdasarkan data UPT BP2MI, ABK migran yang meninggal tahun 2019 berjumlah 7 ABK, tahun 2020 berjumlah 20 ABK , tahun 2021 berjumlah 9 ABK meninggal karena sakit dan kecelakaan kerja.
"Adapun perusahaan ilegal untuk jumlah di Tegal ada 25 dan Pemalang 23 perusahaan," paparnya.
Beberapa aduan yang masuk di Disnaker Jateng seperti gaji tidak dibayar, kecelakaan kerja, meninggal dunia, ABK hilang, ABK sakit dan ABK dipulangkan.
Baca Juga:Tuduh Curi HP-nya, ABK Tusuk Empat Rekannya di Muara Baru, Sempat Pesta Miras
"Terkait pernyataan SBMI adanya perbudakan mungkin karena perbedaan penyebutan permasalahan, Misal gaji tidak dibayar, sehingga dikategorikan perbudakan," sambungnya.