Gedung Sarekat Islam di Semarang Riwayatmu Kini: Sempat Nyaris Roboh dan Satukan Kaum Kere

Ornamen gedung tersebut juga terlihat terawat, bahkan di halaman gedung tersebut tak nampak adanya sampah.

Ronald Seger Prabowo
Minggu, 27 Maret 2022 | 10:59 WIB
Gedung Sarekat Islam di Semarang Riwayatmu Kini: Sempat Nyaris Roboh dan Satukan Kaum Kere
Kondisi Bangunan Sarekat Islam Semarang tampak lengang dari luar. [Suara.com/Anin Kartika]

SuaraJawaTengah.id - Terletak di dalam pemukiman warga tepatnya, Kampung Gendong Utara RT 5 RW 4, Sarirejo, Semarang Timur, terdapat sebuah gedung yang syarat dengan sejarah. 

Bangunan tersebut dikenal oleh warga sekitar dengan sebutan Gedung Sarekat Islam (SI), kondisi gedung SI kini terlihat lebih terawat, jika dibandingkan 8 tahun silam. 

Pasalnya sebelum 2014, kondisi bangunan bersejarah tersebut tak terawat, bahkan hampir roboh. 

Gedung SI kini nampak berdiri kokoh dan bersolek cat putih di tembok bangunan dipadukan pintu kayu berwarna abu-abu. Ornamen gedung tersebut juga terlihat terawat, bahkan di halaman gedung tersebut tak nampak adanya sampah. 

Baca Juga:Kisah Hotel Dibya Puri, Dulu Termegah di Semarang dan Tempat Syuting Film Ayu Azhari, Kini Kondisinya Memprihatinkan

Selain kebersihan yang terjaga, bangunan yang berdiri sejak era kolonial itu kini juga digunakan warga untuk kegiatan sosial. 

Seperti penuturan Heryy (45), warga kampung Gendong Utara yang tinggal tepat di depan Gedung SI. Ia juga menuturkan, vaksinasi untuk masyarakat juga sempat digelar di Gedung SI pada 2020 lalu. 

"2028 lalu gedung tersebut digunakan warga untuk penyuntikan vaksin, terus juga sempat untuk PKK," ungkap Herry kepada SuaraJawaTengah.id

Menurutnya, pasca direnovasi 2014 lalu ruangan utama Gedung SI belum pernah digunakan warga sekitar untuk berkegiatan.

Hal itu lantaran Yayasan Balai Muslimin yang menaungi bangunan tersebut tak memberikan izin. 

Baca Juga:Dibantai Persipura Empat Gol Tanpa Balas, Pelatih PSIS Semarang: Benar-benar di Luar Prediksi

"Kalau halamannya biasa digunakan warga, misalnya pas sembelih qurban di situ, tapi kalau bagian dalam dulu tidak diizinkan oleh Yayasan, tapi sekarang sudah boleh dipakai," terang Herry. 

Selain diizinkan untuk kegiatan warga, Herry mengatakan Gedung SI juga sempat digunakan untuk diskusi dan pemutaran film Wiji Thukul pada 2015 lalu oleh sejumlah aktivis.

Namun, kegiatan diskusi yang digelar itu menjadi mendapat respon dari pihak berwenang, dan dibubarkan. 

"Dulu di gedung itu juga sempat ada kegiatan pemutaran film tapi gatau kenapa dibubarkan sama aparat," kata Herry. 

Di area luar gedung tersebut dipaparkan Herry, juga sempat digunakan untuk acara pemerintahan. Meski demikian, acara yang digelar Pemkot Semarang tersebut mendapat protes dari warga sekitar. 

Hal itu dikarenakan pihak panitia mencopot papan penanda Gedung SI, yang dianggap mengganggu. 

"Meski akhirnya dipasang kembali, namun kami sangat menyayangkannya, kenapa hanya karena Pemerintah Kota Semarang menggelar acara papan penanda gedung ini dilepas," katanya. 

Ditambahkannya, masyarakat di sekitar Gedung SI perlahan mulai ikut menjaga bangunan bersejarah tersebut, bahkan warga sekitar ikut merawat semampunya. 

"Kalau pas ada kerja bakti, warga juga sering bersihin sekitar bangunan biar gak terbengkalai lagi seperti dulu," tambahnya. 

Berdasarkan arsip Kemendikbud Jawa Tengah, bangunan SI didirikan oleh Semaun seorang aktivis pergerakan yang juga ketua PKI pada 1919. 

Gedung SI juga disebut Gedung Rakyat Indonesia yang dibangun di atas tanah wakaf milik keturunan Taspirin yang juga salah satu anggota SI. 

Pembangunan bangunan gedung didapatkan dari swadaya masyarakat berupa uang dan bahan bangunan. Tujuan didirikannya bangunan untuk sekolah  rakyat (SR) pada siang hari dan rapat umum untuk SI pada malam hari.

Pada 1921 sekitar bulan Oktober dan November  SI school diumumkan oleh Tan Malaka secara nasional melalui majalah "Soeara Rakjat".

SI school mendirikan sekolah rakyat sebagai sekolah tandingan yang diperuntukan kaum proletar atau kaum miskin. Kaum miskin tersebut juga membentuk perkumpulan yang disebut dengan Sarekat Kere. 

Perang Dunia I

Sementara itu, Sejarawan Universitas Diponegoro Semarang Dewi Yuliati mengatakan, tidak meneliti Sarekat Kere secara khusus.

Tapi sumber koran-koran lama yang terbit selepas Perang Dunia I, Sarekat Kere memang ada.Sarekat ini merupakan perkumpulan orang-orang  miskin di Kota Semarang.

Mengingat selepas Perang Dunia I, terjadi inflasi yang sangat tinggi, sedangkan upah pekerja atau buruh bahkan tunjangan-tunjangan juga dihapus.

"Oleh karena itu terjadilah proses pemiskinan rakyat bumiputera yang upahnya sangat rendah," ungkap Dewi. 

Sarekat Kere dibentuk di Semarang pada 1 Februari 1919 di tengah suasana pergerakan nasional sedang menggelora. 

Sarekat Kere dibentuk untuk menyatukan kaum kere agar dapat saling membantu melalui pembentukan perserikatan. Tak main-main, Sarekat Kere juga memberikan bantuan hukum bagi orang kere yang terlibat kasus hukum. 

Ketika itu, Sarekat Kere ditakuti kolonial yang berada di Indonesia. Sebab, Sarekat Kere melawan tindakan-tindakan yang tidak adil dari golongan the have (Eropa).

"Ketika itu Eropa menguasai ekonomi Indonesia," terang Dewi.

Menurutnya, saat itu Sarekat Kere berjuang untuk kemajuan kehidupan kaum miskin khususnya yang tidak mempunyai harta. 

Sarekat Kere beranggotakan dari Bumiputera (Indonesia) dan Cina dengan satu syarat tak mempunyai harta. Orang kaya hanya boleh sebagai donatur.

"Mereka para orang kaya tidak punya suara dan pengaruh di Sarekat Kere," tuturnya.

Dewi menduga, dulunya Kantor Sarekat Kere berada di Gedung Sarekat Islam Semarang. Sementara pembentukan Sarekat Kere di rumah Partoatmodjo yang juga anggota Sarekat Islam

Hingga akhirnya pada tahun 1925, terjadi pemogokan Buruh di Pelabuhan Semarang. Pemerintah kolonial memberlakukan pasal 161 yang berisi bahwa pemerintah dapat menindak dan memenjarakan siapa saja yang dianggap merusak stabilitas pemerintahan kolonial.

Semenjak itu, banyak anggota Sarekat Kere yang ditangkap bahkan diasingkan karena dianggap berbahaya bagi kolonial.

Dewi mengungkapkan, kegiatan Sarekat Kere sering berlawanan dengan kebijakan kolonial. Sehingga, banyak pemimpin Sarekat yang ditangkap, dipenjara, dan diasingkan. Imbasnya, periode itu merupakan masa redup gelora perserikatan pada era kolonial.

"Karena banyak anggota sarekat yang di tangkap perlahan persarekatan seperti SI dan SE tak semasif sebelumnya," imbuh Dewi. 

Kontributor : Aninda Putri Kartika

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak