Pada tangga naik dari tahun 2003 hingga 2007 terjadi tingkat keausan sebesar 0,7 centimeter. Tingkat keausan pada tangga turun di sisi utara, selatan dan barat, mencapai 0,8 cm per tahun.
Menurut Bramantara, melihat tingkat keausan batu pada struktur tangga Candi Borobudur, pembatasan jumlah pengunjung menjadi penting dilakukan saat ini.
“Kita bicara sekarang soal visitor manajemen. Dimanapun esensinya, dimanapun lokasinya apalagi yang sudah menjadi world heritage ya pembatasan itu dimana-mana sudah diterapkan," ujar dia.
Pembatasan jumlah pengunjung sesuai dengan arahan rekomendasi mempertahankan struktur bangunan candi.
Baca Juga:Menparekraf Sebut Pembatasan Kunjungan di Candi Borobudur Jadi Keharusan, Begini Alasannya
“Kemudian ada polemik soal harga tiket, kita (BKB) nggak ada urusan dengan itu. Pembatasan ini kami lakukan atau rekomendasikan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan agar usia candi itu bisa lebih lama lagi,” kata Bramantara.
Langkah itu sesuai dengan rekomendasi UNESCO yang melakukan reactive monitoring mission UNESCO pada Februari 2006. Pengelolaan pengunjung menjadi salah satu yang direkomendasikan pada temuan UNESCO.
“Rekomendasi di beberapa reaktif monitoring UNESCO tahun 2006 dan di beberapa dokumen lainnya juga merekomendasikan harus ada pengaturan pengunjung," ucapnya.
Esensi pengaturan kapasitas pengunjung yang dapat naik ke badan candi adalah mengurangi dampak keausan. Meskipun ada sejumlah penyebab lain seperti perubahan cuaca, namun dampaknya tidak signifikan.
Terbatasnya ruang gerak di lorong candi sebagai dampak over kapasitas pengunjung, berpotensi merusak relief.
Baca Juga:Pro dan Kontra di Balik Rencana Kenaikan Harga Tiket Naik ke Stupa Candi Borobudur
“Kalau ruangnya nggak dikontrol, physical carrying capacity, otomatis ketika di lorong misal cukupnya hanya untuk 2 orang terus dipaksa jadi 6 orang, otomatis yang 4 entah sengaja atau nggak (akan) menggesek batu relief,” kata Bramantara.