Sebanyak 19,5 Juta Jiwa Menderita Diabetes, Akankah Minuman Manis di Indonesia akan Dilarang?

Di Indonesia ada 19,5 juta jiwa penderita diabetes, wacana pembatasan penjualan minuman manis pun kembali dibahas

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 30 September 2022 | 19:04 WIB
Sebanyak 19,5 Juta Jiwa Menderita Diabetes, Akankah Minuman Manis di Indonesia akan Dilarang?
Ilustrasi minuman manis. Di Indonesia ada 19,5 juta jiwa penderita diabetes, wacana pembatasan penjualan minuman manis pun kembali dibahas. (Pexels/Farhad Ibrahimzade)

SuaraJawaTengah.id - Minuman dan makanan manis di Indonesia belakangan ini tengah menjadi sorotan. Hal itu dikarenakan adanya peningkatan penderita diabetes yang sangat signifikan.  

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan mendukung pengendalian produk gula berkalori tinggi serta terus mengatur batas maksimal pemanis buatan sesuai dengan batas yang baik untuk tubuh.

"BPOM juga sudah sosialisasi ke produsen soal pemanis buatan ini, pengawasannya juga pre dan post market," kata Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi BPOM Dra. Deksa Presiana, Apt, M.Kes dikutip dari ANTARA, pada Jumat (30/9/2022).

Upaya itu juga meliputi melarang penggunaan pemanis buatan untuk produk balita, ibu hamil, dan menyusui.

Baca Juga:Minuman Berpemanis akan dikenakan Cukai pada 2023

Terupkan Cukai Tinggi

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan cukai memang instrumen yang strategis untuk membatasi konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk melindungi masyarakat dari bahaya diabetes dan obesitas.

Yustinus mengatakan setiap usulan cukai akan konsultasi terlebih dahulu dengan Komisi XI DPR sesuai dengan aturan undang-undang. Namun, Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan sebenarnya sudah lama membuat kajian soal cukai minuman berpemanis ini.

"Tantangannya justru pada aspek teknis administrasi, sebab minuman kemasan tak hanya yang resmi buatan pabrikan, tapi banyak yang beredar luas di masyarakat, bagaimana ini juga diatur," kata Yustinus. 

Ia menuturkan kajian soal cukai MBDK ini juga sudah pernah dibahas dengan kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, juga BPOM. Saat ini, Kemenkeu memang sedang fokus membahas kemungkinan penambahan cukai pada plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan.

Baca Juga:Awas! Konsumsi Gula Berlebih Bisa Tingkatkan Risiko Kanker dan Penyakit Berbahaya Lainnya

Menurut dia, pertanyaan yang sekarang dihadapi adalah apakah saat ini momentum yang tepat untuk menetapkan cukai. Sebab, saat ini Indonesia sedang dalam kondisi pemulihan ekonomi karena pandemi COVID-19.

"Namun kami terus mendengarkan masukan dari publik, karena ini hal penting yang harus diimplementasikan," kata Yustinus.

Sementara itu Direktur Kebijakan Center or Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda mengatakan cukai MBDK penting karena obesitas dan komplikasi diabetes menjadi salah satu penyebab angka kematian di Indonesia.

Menurut Olivia, sudah banyak negara yang menerapkan cukai MBDK, termasuk beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Filipina dan Brunei.

Di negara-negara yang sudah mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan ini, kata dia, konsumsi minuman berpemanis turun drastis setelah kebijakan fiskal ini diberlakukan.

"Cukai ini efektif dalam mengendalikan konsumsi," kata Olivia.

Di sisi lain, pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo menyebut minimnya perlindungan konsumen dari minuman berpemanis menjadi salah satu penyebab tingginya diabetes.

Menurut dia, Kemenkes dan Kemenkeu harus duduk bersama dengan Kementerian lain untuk menyusun aturan yang benar-benar bisa melindungi konsumen.

Penderita Diabetes

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes mengatakan pemerintah sebenarnya sudah punya banyak regulasi yang mengatur soal minuman berpemanis.

Tak hanya aturan, Eva mengatakan pemerintah juga melakukan banyak upaya edukasi dan pencegahan soal bahaya diabetes.

Menurut Eva, upaya-upaya ini masih perlu dioptimalisasikan dengan kebijakan lain yang mendukung pelaku usaha melakukan reformulasi produk serta kebijakan untuk mendukung penyediaan lingkungan sehat (rendah gula dan garam) di sekolah, tempat kerja, dan ruang publik lainnya.

"Kita juga ingin menetapkan kebijakan fiskal pada minuman dan makanan yang tinggi gula, garam, dan lemak (GGL)," kata Eva.

Pada 2018, sebanyak 21,8 persen penduduk Indonesia mengalami obesitas yang merupakan faktor risiko penyakit tidak menular seperti diabetes.

Jumlah ini berpotensi terus meningkat mengingat Indonesia menempati posisi ketiga di Asia Tenggara sebagai negara dengan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tertinggi.

Tercatat, dalam 20 tahun terakhir konsumsi MBDK di Indonesia terus naik hingga mencapai 15 kali lipat.

Pendiri Persatuan Diabetes Indonesia Muda Anita Sabidi mengatakan bahaya diabetes di Indonesia sebenarnya sudah di depan mata. Sebab, berdasarkan data International Diabetes Federation, Indonesia menempati peringkat kelima di dunia sebagai negara dengan penderita diabetes terbanyak.

Menurut Anita, di Indonesia ada 19,5 juta jiwa penderita diabetes. Mayoritas atau sekitar 98 persen adalah diabetes tipe B atau lebih dikenal dengan diabetes tipe 2. Diabetes tipe ini disebabkan oleh pola hidup tidak sehat termasuk salah satunya konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan berlebih.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini