Ya, kepulan cerobong uap PLTP Dieng milik PT Geo Dipa Energi membumbung tinggi ke udara bak pegunungan sedang merokok bersama.
Tak hanya satu, beberapa cerobong tampak dari jalan raya jika sudah mendekati komplek Candi Arjuna yang menjadi tujuan andalan wisatawan.
"Seperti yang dilihat, banyak cerobong besi mengepul disini. Dari literasi ada efek samping dari cerobong besi itu bukan hanya karbon dioksida tapi hidrogen sulfida (H2S). Melihat kasus gas bocor Dieng tahun lalu yang mengakibatkan beberapa orang meninggal dan kritis itu juga hidrogen sulfida (H2S). Kami cemas," ungkapnya.
Sebagian besar rumah masyarakat Dieng saat ini masih menggunakan atap material seng. Warga mengeluhkan material atap seng makin hari makin cepat rusak.
Baca Juga:Pemerintah Berencana Bangun Pembangkit Geothermal dan Nuklir untuk Capai Target Net Zero Emission
"Dulu penggantian material seng dilakukan 2 tahun lebih. Nah sekarang tidak akan bertahan selama itu, paling setengah setengah tahun. Artinya udara yang kita hirup sudah tidak beres. Ini material besi saja rusak, apalagi yang dihirup manusia?," kata dia.
Kejanggalan lain juga tampak pada data kesehatan masyarakat di Dieng. Ia menyebut data stunting di daerahnya cukup tinggi.
"Padahal mayoritas masyarakat petani. Tapi di Dieng kulon Desa Bakal, Karangtengah itu data stunting tinggi. Agak aneh karena logikanya ketika butuh asupan vitamin tinggal ambil ke ladang. H2S ternyata bisa mempengaruhi metabolisme tubuh manusia. Itu dampak lain yang belum bisa dimengerti oleh semua masyarakat Dieng," jelasnya.
Potensi Energi Dieng

Dieng memang memiliki potensi panas bumi yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
Baca Juga:PGE dan ORMAT Kolaborasi Kembangkan Teknologi Binary
Melihat potensi yang terpendam di pegunungan Dieng, tak heran jika PLTP Dieng 2 Geodipa Energi berenana melakukan pengeboran sebanyak 10 sumur baru di Desa Karang Tengah, Dieng kulon, Banjarnegara, Jawa Tengah.