Puluhan Perempuan di Semarang Dieksploitasi Suami: Kondisi Hamil Tetap Dipaksa Layani Pria Hidung Belang

Para PSP ini ditawarkan kepada pelanggan melalui aplikasi chatting online.

Ronald Seger Prabowo
Kamis, 29 Juni 2023 | 13:03 WIB
Puluhan Perempuan di Semarang Dieksploitasi Suami: Kondisi Hamil Tetap Dipaksa Layani Pria Hidung Belang
Ilustrasi pelecehan seksual, pemerkosaan, kekerasan seksual. [Suara.com/Eko Faizin]

SuaraJawaTengah.id - Puluhan perempuan di Semarang dikabarkan dieksploitasi oleh suaminya sendiri menjadi Pekerja Seks Perempuan (PSP).

Hal tersebut diungkap oleh Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM). Setidaknya dalam enam bulan terakhir ada 30 perempuan di Kota Lunpia yang dipaksa untuk bekerja melayani pria hidung belang.

"Kita memang konsen mendampingi PSP, Transpuan, pengguna narkoba, penderita HIV/AIDS. Satu bulan sekali kita mengadakan pertemuan," ucap Paralegal Officer SPEAK HAM, Nurul Safaatun, saat dihubungi SuaraJawaTengah.id, melalui saluran telepon, Kamis (29/6/2023).

Menurut Nurul, tidak semua perempuan berkeinginan menjadi pekerja seks. Sebagian dari mereka melakukan hal itu lantaran terpaksa oleh keadaan. Tak sedikit juga yang justru dipaksa oleh suaminya.

Baca Juga:Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, LPSK: Butuh Kehadiran Negara dalam Pemulihan Korban

Para PSP ini ditawarkan kepada pelanggan melalui aplikasi chatting online. Mirisnya, ada seorang PSP Bunga (nama samaran) terus dipaksa melayani pelanggan di wilayah Semarang Utara. Meski badannya tengah berbadan dua.

Jika Bunga menolak, suaminya tak segan akan memukulnya. Dengan perlakuan seperti itu, tentu Bunga tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti keinginan suaminya.

"Teman-teman PSP ini rata-rata punya pasangan. Memang sengaja dilacurkan," papar Nurul.

Tak hanya Bunga, PSP lainnya Melati (nama samaran) turut menjadi korban sapi perah oleh suaminya sendiri. Setiap pagi  Melati disuruh menjajakan gorengan. Sedangkan pada malam hari, Melati dipaksa menjadi pekerja seks.

"Ketika Melati dalam semalam melayani lima pelanggan. Dia baru sadar, selama ini dia hanya dijadikan mesin pencetak uang," bebernya.

Baca Juga:Hanyut saat Mandi di Sungai Siak, 2 Bocah Perempuan Asal Pekanbaru Ditemukan Meninggal Dunia

Diakui Nurul, PSP merupakan kelompok yang cukup rentan mengalami kekerasan. Tetapi korban tidak cukup berani untuk melapor lantaran kerentanan situasi yang dihadapinya.

"Ada yang sengaja tidak mau melapor karena alasan keselamatan anak," tambahnya.

Kalau pun melapor, PSP justru sering kali mendapat intimidasi. Sebab sebagian orang beranggapan bahwa itu bagian dari resiko pekerjaan.

"Pendampingan yang kita lakukan lebih mengarah pada penguatan psikologis.
Walau pun dia bekerja seperti itu, tetapi ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Kita selalu mendorong mereka untuk melapor," tukasnya.

Kontributor: Ikhsan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini