SuaraJawaTengah.id - Di Gua Maria Grabag, Magelang, doa menemui takdirnya yang paling universal. Dirapal dalam beragam bahasa, menerobos sekat agama.
Sejarah agama-agama di bumi Nusantara tidak menampilkan wajah yang tunggal. Hindu, Buddha, Katolik, dan Islam berpapasan, membentuk wujud ritual yang saling mempengaruhi.
Kemudian kita mengenal istilah Islam Jawa atau Kristen Jawa sebagai bentuk dari sinkretisme. Uniknya perjumpaan antar keyakinan itu tidak memudarkan keyakinan para penganutnya.
Proses pencarian jati diri Suryomentaraman muda terhadap pengetahuan kawruh jiwa misalnya, membawanya pada laku spiritual yang umum dikenal sebagai ngelmu Jawa.
Baca Juga:Jadwal Imsakiyah Magelang dan Sekitarnya Jumat 15 Maret 2024, Disertai Bacaan Niat Puasa Ramadan
Menggembleng diri dengan bertapa di Gua Langse, Gua Semin, dan Parangtritis, Suryomentaraman kelak menemukan pemahaman ajaran Islam Jawa.
Tradisi ziarah ke tempat sakral atau berdoa melalui perantara para tokoh-tokoh suci, masih menjadi laku yang terpelihara sampa hari ini. Ritual yang dikenal sama baiknya oleh muslim maupun nasrani.
Katolik mengenal ritus ziarah sebagai devosi. Serangkaian pembaktian diri atau menghayati cara hidup kepada Bunda Maria, para santo, atau tokoh-tokoh gereja yang menyerahkan hidup sepenuhnya untuk jalan kristus.
“Tujuannya lebih meningkatkan doa juga. Berdoa bisa di rumah, tapi kan perlu suasana lain. Dengan berdoa keluar (di tempat-tempat sakral) bisa ada dorongan lebih semangat. Lebih khusyuk,” kata Martinus Subiantoro (64 tahun), pengawas Gua Maria Grabag, Magelang.
Tahun 1987 Subiantoro hijrah ke Grabag. Memenuhi panggilan mengajar di Sekolah Menengah Pertama Katolik (SMPK) Pendowo yang berdiri lima tahun sebelumnya.
Baca Juga:Jadwal Imsakiyah Magelang dan Sekitarnya Kamis 14 Maret 2024, Disertai Bacaan Niat Puasa Ramadan
“Jadi satu-satunya sekolah yang bernuansa nasrani (di Kecamatan Grabag). Karena TK, SD itu nggak ada disini. SMP Katolik ya satu-satunya ini.”
Jemaat Katolik Grabag
Cikal bakal pemeluk Katolik di Grabag dirintis dari pembaptisan 10 orang jemaat oleh Romo Theodorus Hardjowasito, di rumah Hadi Sumarto Gowak, tahun 1953.
Tahun 1957, Romo Alexander Sandiwan Broto Pr melakukan pemberkatan di salah satu rumah milik Doellah, yang kemudian dijadikan tempat ibadat. Di tempat itu digelar perayaan Ekaristi pertama kali di Grabag.
Kegiatan keagamaan yang semula berada dibawah Paroki Temanggung, kemudian beralih ke Paroki St Ignatius Magelang.
Setelah Stasi Maria Fatima ditetapkan menjadi Paroki mandiri tahun 1971, kegiatan ibadat jemaat Katolik di Grabag diurus oleh para pastor dari Paroki St Maria Fatima Magelang.