Di pelataran lahan yang luas. Tepat di ujung kelokan Kali Sileng, Candirejo, Borobudur, dr Wulandari Indri Hapsari menemui SuaraJawaTengah.id.
Pertapaan Hyang Agung saat ini mengasuh banyak siswa pertapa dari Kalimantan, Sumatera, hingga Jerman. “Kondisi sekarang banyak orang tidak mudah menerima kenyataan. Bahkan lari dari kenyataan.”
Menurut Wulan tujuan utama mendirikan Pertapaan Hyang Agung adalah menyadarkan manusia agar percaya pada pengaturan Yang Maha Kuasa.
Penyangkalan dari menerima kenyataan (menolak kehendak Maha Kuasa), menyebabkan manusia dilanda kebingungan. Stres. Kalut. Jengkel. Kecewa.
Baca Juga:Magelang Bergemuruh! Ada Nobar Timnas Indonesia U-23 vs Uzbekistan Serentak di 17 Kelurahan
“Kita ini manusia dan (harus) percaya pada pengaturan Yang Maha Kuasa. Kenyataan ya ditompo. Nepak jagad bahasanya. Mau jalan dalam kenyataan.”
Kasus bunuh diri, terjerat narkotika, dan masalah mental lainnya muncul karena manusia menolak menerima kehendak Sang Kuasa. Pertapaan Hyang Agung mengajarkan para muridnya menerima kenyataan melalui metode tapa.
Syarat utama menjadi murid Pertapaan Hyang Agung adalah kemauan untuk menundukan 4 daya angan: Pikiran, cipta atau logika, rasa, serta karsa atau keinginan.
Keempat daya angan itu harus tunduk pada kehendak Hyang Kuasa. Sehingga yang ada hanya kesadaran yang searah dan selaras dengan kuasa Hyang Agung.
Untuk melayani siswa yang tinggal jauh, dr Wulan dan beberapa staf pengajar membimbing kelas tapa secara online. Setiap Rabu dan Jumat mereka menggelar tapa bersama di tempat masing-masing.
Baca Juga:Merapal Doa di Gua Maria Grabag, Terbuka untuk Semua Agama
Pembabaran Tapa