Warga penghayat kepercayaan Cahya Buana, Ngesti Kasampurnan, Hidup Betul, Kapribaden, Sapto Darmo, Pahoman Sejati, dan Palang Putih Nusantara, terlibat pada ritual ini.
Mereka turut membawa sesaji berupa tumpeng dan sembilan golong nasi putih tanpa lauk pauk.
Sejak sehari sebelumnya, para penghayat kepercayaan sudah menjalani puasa mutih. Berpantang menyantap makanan yang memiliki rasa.
“Kenduren mutih dilaksanakan teman-teman penghayat sejak kemarin. Diarahkan untuk poso mutih. Kami hanya makan dan minum sesuatu yang putih (bening),” ujar Sekretaris MLKI Magelang, Agung Nugroho.
Makna puasa mutih adalah membersihkan diri. Membuka lembaran baru. “Nanti di kehidupan nyata, biarkan lebaran putih yang sudah kita buat ini, tergambar dengan baik di masyarakat.”
Agung menyadari perbedaan juga terjadi pada warga penghayat kepercayaan. Perbedaan terutama terdapat pada tata cara ritual manembah kepada Yang Maha Kuasa.
Di Kabupaten Magelang sedikitnya terdapat 11 kelompok penghayat kepercayaan yang masing-masing memiliki tata cara ritual sendiri.
“Kami berharap sebelum keluar bertoleransi dengan keyakinan lain, kami mencoba untuk menanamkan kesadaran bahwa perbadaan itu indah. Perbedaan itu yang akan menyatukan. Bhineka Tunggal Ika.”
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Baca Juga:Sejarah Panjang Majalah Magelang Vooruit, Strategi Para Etis Belanda Mempromosikan Tanah Koloni