SuaraJawaTengah.id - Keadaan ekonomi di Indonesia bisa disebut sedang tidak baik-baik saja. Hal itu terbukti dari banyaknya Industri Tekstil yang memutuskan gulung tikar pada 2024 ini.
Diketahui industri tekstil sedang dalam situasi "gawat darurat" menyusul penutupan puluhan pabrik serta pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari 13.000 pekerja karena imbas pasar global lesu dan produk impor dari China membanjir.
Menyadur dari BBC Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengatakan penurunan daya beli global dan konflik geopolitik yang diperparah dengan membanjirnya produk China di dalam negeri tentu menjadi penyebabnya.
Sayangnya, menurut pengamat industri pertekstilan, Rizal Tanzil Rahman, pemerintah Indonesia justru membuka keran impor tanpa mempertimbangan kondisi industri tekstil nasional yang sudah darurat.
Baca Juga:Cegah Stunting dan Pernikahan Dini, Pemprov Jateng Fokus Wujudkan Keluarga Berkualitas
Namun demikian, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan baru saja membuat aturan baru. Ia mengatakan akan menetapkan tarif bea masuk sebesar 200% terhadap produk impor dari China, sebagai "jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk" ke Indonesia.
"Dalam satu hari dua hari ini, mudah-mudahan selesai permendag-nya (peraturan menteri perdagangan)," ujar Zulkifli beberapa Waktu lalu.
Kesalahan Pemerintah Indonesia?
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan industri tekstil nasional sedang "tidak baik-baik saja" saat ini.
Merujuk ke belakang, kondisi tersebut dimulai ketika pandemi Covid-19 telah mendorong peningkatan inflasi di seluruh dunia yang kemudian membuat daya beli atau permintaan global menurun.
Baca Juga:Vasektomi Picu Kanker Prostat? Ahli Bongkar Faktanya
Bersamaan dengan itu, orang-orang memprioritaskan makanan ketimbang produk pakaian sebagai kebutuhan utama.