SuaraJawaTengah.id - Ribuan mahasiswa berjalan seirama dari Patung Kuda Universitas Diponegoro (Undip) di Jalan Pahlawan Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (22/8/2024) siang.
Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus seperti Undip, UIN Walisongo, Unnes, Unissula, dan lainnya, serta aliansi masyarakat sipil berkumpul di lokasi tersebut untuk menggeruduk Gedung Berlian DPRD Jawa Tengah.
Massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Jawa Tengah itu, menuntut DPR RI dan KPU untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70 terkait aturan Pilkada Serentak 2024.
Mereka bergerak karena ada upaya dari DPR RI hari ini, untuk menganulir putusan MK di Rapat Paripurna tentang Pengambilan Keputusan RUU tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Baca Juga:Pakaian Bekas Impor Gagal Masuk ke Semarang, Bea Cukai Amankan 12 Kontainer
Massa tiba sekira pukul 11.00 WIB. Awalnya demonstrasi berjalan tertib di depan gerbang utama DPRD. Orator dari berbagai kampus saling berganti berorasi di atas mobil komando.
Namun, suasana berubah ketika massa aksi berjalan ke gerbang sisi utara Gedung DPRD Jateng. Lokasi tersebut pengamanan lebih lemah. Massa lalu mengamuk dan menjebol gerbang di sana.
Pasukan keamanan yang terkecoh terlambat untuk mengantisipasi pergerakan para demonstrans. Seusai menjebol gerbang, massa kembali tenang.
Mereka mencoba masuk sedikit demi sedikit ke Gedung Berlian dengan cara jalan berjongkok. Namun, upaya tersebut tak membuahkan hasil lantaran pasukan pengendalian massa (Dalmas) tidak mundur selangkah pun.
Amarah Pecah saat 1 Orang Digelandang Paksa
Baca Juga:CPNS Kota Semarang Dibuka! 331 Formasi Tersedia, Cek Syarat dan Jadwalnya!
Sekira pukul 13.15 WIB, massa sebetulnya masih bisa dikendalikan. Amarah mahasiswa pecah ketika satu rekannya digelandang paksa polisi. Aksi dorong dan lemparang botol air minum makin tak terbendung.
Duar, petugas akhirnya menembakkan gas air mata dan water cannon ke arah kerumunan. Ribuan mahasiswa lari tunggang langgang.
Pada pukul 13.30 WIB, para mahasiswa mencoba mengonsolidasikan massa aksi kembali. Namun, upaya tersebut gagal lantaran petugas untuk kedua kalinya menembakkan gas air mata dan water cannon ke arah mahasiswa.
Tak hanya itu, pasukan anti huru-hara juga diterjung untuk membubarkan massa.
Koordinator Lapangan Geram Jateng Ricky Adrian mengecam tindakan represif aparat. Menurutnya, 18 mahasiswa harus dilarikan ke rumah sakit lantaran terkenan tembakan gas air mata.
Pihaknya menyikapi dengan penuh ironi atas tindakan dari aparat kepolisian.
"Sebanyak 15 masuk RS Roemani, 1 RS Tlogorejo, 1 RS Pandanaran, 1 RS Kariadi. Mahasiswa Undip kena tembak peluru gas air mata dijahit hidungnya," katanya saat ditemui SuaraJawaTengah.id sesuai aksi.
Meski rapat paripurna DPRI RI yang rencana digelar hari ini ditunda, pihaknya akan terus mengawal putusan MK.
Komite Aksi Kamisan Semarang Iqbal Almak mengutuk penggunaan gas air mata yang membuat massa aksi dilarikan ke rumah sakit.
Dia mengatakan gas air mata selalu memakan korban, tetapi tetap digunakan oleh aparat dalam menghadapi demonstran.
"Jumlah korban kemungkinan akan terus bertambah karena pihaknya belum bisa mendeteksi keberadaan korban," tutur Iqbal.
Berikut merupakan 4 tuntutan massa aksi:
1. Mendesak DPR RI untuk tidak mengesahkan RUU Pilkada, jika disahkan maka pihaknya akan memboikot Pilkada.
2. Mendesak KPU RI untuk mematuhi putusan MK nomor 60 dan 70.
3. Menolak segala bentuk nepotisme dan politik dinasti dalam negara demokrasi.
4. Menuntut pejabat negara untuk tidak menciderai marwah hukum dan melakukan pembangkangan konstitusi demi kepentingan golongan tertentu.
Skema Menyegel Gedung Dewan yang Gagal
Kuasa Hukum Massa Aksi Arif Syamsudin mengatakan pihaknya sebetulnya berencana untuk menyegel gedung DPRD Jateng secara simbolis. Aksi itu sebagai bentuk cerminan bahwa hati anggota DPR telah mati dan tidak memiliki keberpihakan kepada rakyat.
"Kami juga berencana mengadakan sidang rakyat di situ," katanya melalui sambungan telepon.
Dia mengatakan aksi unjuk rasa awalnya berlangsung damai. Mahasiswa masuk ke halaman gedung dengan cara berjalan jongkok.
"Namun, kemudian ada satu orang yang diciduk polisi. Kericuhan akhirnya pecah. Sekarang kami masih mencoba mencari tahu kondisinya," ujar Arif.
Sementara itu, Rektor Soegijapranata Catholic University Dr. Ferdinandus Hindiarto meyebut bahwa aksi ini muncul karena negara tidak patuh terhadap konstitusi.
Dia mengecam sikap negara yang tidak mematuhi konstitusi demi tujuan melanggengkan kekuasaan oligarki.
Lebih lanjut, Dr. Ferdinand menegaskan bahwa negara harus tunduk kepada konstitusi. Semua kebijakan dan peraturan perundang-undangan harus berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.
“Negara ini didirikan berdasarkan konstitusi. Semua elemen bangsa, termasuk lembaga negara, harus tunduk pada konstitusi,” kata dia dalam keterangan tertulis.
Polda Jateng Buka Suara
Dalam aksi kali ini, Polda Jawa Tengah dan Polrestabes Semarang menerjunkan 750 personel gabungan. Petugas didukung dengan mobil meriam air berjaga untuk mengantisipasi masuk ke dalam gedung dewan.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Artanto mengatakan bahwa skenario pengamanan aksi sudah disiapkan.
"Mahasiswa sudah diimbau untuk jaga situasi keamanan selama beraksi," katanya.
Kombes Pol. Artanto menyebut tindakan tegas dilakukan karena peserta aksi melakukan tindak pidana.
"Upaya persuasif sudah terus dilakukan," katanya.
Kontributor : Sigit Aulia Firdaus