SuaraJawaTengah.id - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM), Dian Agung Wicaksono, menilai bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kendal berpotensi menghadapi tuntutan pidana atas keputusan menolak berkas pencalonan pasangan Dico Ganinduto-Ali Nurudin pada Pilkada Kendal 2024.
Menurutnya, tindakan KPU Kendal tersebut melanggar Undang-Undang Pilkada dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024, khususnya Pasal 12 yang mengatur pencalonan oleh partai politik.
Dian menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Pilkada, partai politik hanya diperbolehkan mengusulkan satu pasangan calon. Namun, PKPU seolah-olah membuka peluang bagi partai politik untuk mendaftarkan lebih dari satu pasangan calon, dengan syarat KPU melakukan verifikasi lebih lanjut untuk memutuskan pasangan mana yang sah diusung.
Penolakan langsung oleh KPU tanpa melalui proses verifikasi ini dinilai sebagai tindakan yang bertentangan dengan aturan.
Baca Juga:Apa Itu Hasta Karya? Intip Strategi Yoyok-Joss Menangkan Pilwakot Semarang 2024
“KPU Kendal menolak berkas pencalonan tanpa melakukan verifikasi, dan ini melanggar ketentuan yang ada. Seharusnya berkas diterima dulu, baru diverifikasi kemudian. Jika tidak, KPU bisa dianggap melanggar hukum dan para komisionernya terancam pidana,” ujar Dian dalam sebuah webinar bertajuk Menguji Independensi KPU-Bawaslu Kendal dalam Polemik Penolakan Berkas Dico Ganinduto-Ali Nurudin Jumat (13/9/2024).
Dian juga menjelaskan bahwa tindakan KPU yang menolak berkas pencalonan saat pendaftaran bisa dikenai ancaman pidana, dengan hukuman penjara maksimal 96 bulan, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Menurutnya, PKPU sudah jelas mengatur bahwa setiap keputusan yang dibuat oleh lembaga tata usaha negara, seperti KPU, dianggap sah hingga ada keputusan baru yang membatalkan atau mencabut keputusan tersebut. Artinya, KPU seharusnya tidak berhak menolak berkas Dico-Ali pada tahap awal pendaftaran.
Lebih lanjut, Dian menilai bahwa Pasal 12 dalam PKPU tersebut telah menciptakan kondisi yang membingungkan bagi partai politik, karena aturan ini memungkinkan partai untuk mengajukan lebih dari satu pasangan calon.
Jika KPU menerima lebih dari satu pendaftaran dari partai yang sama, partai harus menarik salah satu calonnya sesuai dengan Undang-Undang Pilkada. Namun, KPU tidak dapat menolak berkas tanpa melalui proses ini.
Baca Juga:Luthfi-Taj Yasin Unggul di Pilgub Jateng 2024, Kuasai Suara Emak-Emak dan Baby Boomers
Peneliti Formappi, Lucius Karus, juga mengkritik langkah KPU Kendal yang dianggap terburu-buru menolak berkas saat proses pendaftaran, tanpa memberikan kesempatan verifikasi dokumen.
Menurutnya, pendaftaran adalah tahap awal yang seharusnya hanya menampung semua berkas calon, dan proses verifikasi baru dilakukan setelah pendaftaran ditutup.
“KPU seharusnya tidak menolak berkas pada tahap pendaftaran. Penolakan atau persetujuan berkas dilakukan setelah dokumen-dokumen diverifikasi, bukan sebelumnya. Ini tindakan yang terlalu cepat dan berpotensi merusak citra independensi KPU,” jelas Lucius.
Dengan adanya penolakan ini, tindakan KPU Kendal tidak hanya dipertanyakan dari segi administratif, tetapi juga berpotensi menghadapi tuntutan hukum pidana. Apabila terbukti melanggar, para komisioner KPU bisa dikenakan pidana penjara, sehingga penting bagi KPU untuk berhati-hati dalam menjalankan fungsinya agar tidak menimbulkan implikasi hukum lebih lanjut.