Disinggung mengenai adanya kejanggalan dalam proses hukum terhadap kliennya, Kusumo Putro mengaku, adanya inkonsistensi keterangan saksi utama, yaitu korban yang diduga mendapat tekanan dari orang tuanya.
"Awalnya, korban tidak menunjuk klien kami, namun tiba-tiba berubah setelah ada dugaan desakan dari pihak lain," jelas Kusumo.
Merujuk pada waktu kejadian awal Oktober 2024, menurut Kusumo, tim hukum telah mengumpulkan bukti-bukti. Berdasarkan keterangan saksi, kliennya tidak berada di lokasi kejadian yang disebutkan, yaitu di depan toilet sekolah, saat dugaan pencabulan terjadi.
"Klien kami adalah guru kelas 3, sedangkan korban adalah siswa kelas 1. Tidak ada interaksi langsung yang relevan untuk mendukung tuduhan tersebut," kata Kusumo.
Baca Juga:Guru Besar Unnes Takut Diintimidasi, Ini PenjelasanDewan Pertahanan Nasional
Kusumo mengaku, pihaknya tidak mendukung tindak pidana pencabulan atau predator anak. Melainkan menolak penetapan tersangka tanpa bukti kuat dan prosedur yang berlaku.
"Kami berharap praperadilan ini menjadi langkah awal untuk mengungkap fakta sebenarnya dan membersihkan nama klien kami," tegas Kusumo.
"Kami tidak ingin ada ketidakadilan bagi mereka yang dituduh tanpa dasar yang jelas. Penetapan tersangka harus dilakukan secara profesional dan sesuai prosedur," katanya.