SuaraJawaTengah.id - Laras Risna Hastutik Guru SD Negeri 03 Getas tak kuasa menahan tangis saat mengadukan nasib ke DPRD Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (13/01/2025).
Air matanya membasahi pipi saat menceritakan perjalanan hidup sebagai guru honorer puluhan tahun, tetapi tak kunjung diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Yang dia terima selama ini hanya harapan palsu dan tatapan merendahkan dari sejumlah orang di sekelilingnya lantaran selalu gagal seleksi pengangkatan guru honorer maupun tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Sejak lulus SMA pada 2004, Laras langsung mengajar di SDN 4 Getas, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak. Sembari menjadi guru, dia meneruskan pendidikan ke Universitas Terbuka untuk mengejar gelar sarjana.
Baca Juga:Guru Honorer Kota Semarang Berpeluang Besar Jadi PPPK, PGRI Beri Apresiasi
Selama mengajar, Laras bukan guru yang pasif. Kemampuannya di bidang tari kerap mengharumkan nama Kabupaten Demak di tingkat provinsi. Selain itu, dia juga mewakili pemuda pelopor tingkat Jawa Tengah.
"Saya optimis, siapa tahu saya ikut terjaring pendataan pada 2013 dengan prestasi saya, tetapi ternyata tidak," katanya.
Kegagalan tak membuat Laras patah arang. Dari 2021 hingga 2024, dia telah mencoba mengikuti seleksi P3K, tetapi hasilnya tetap saja sama. Bahkan mirisnya, dalam setiap seleksi tersebut, pesaing dia adalah murid-muridnya sendiri.
"Saya ketemu murid saya saat tes P3K. Dikira saya mengantar anak. Murid saya sampai menangis saat tahu saya juga ikut tes. Itu berturut turut, murid pertama diterima, kedua diterima, dan ketiga juga diterima, tetapi saya belum," kenangnya.
Laras menyadari dengan kondisinya saat ini, sangat mustahil mengimbangi kemampuan anak-anak muda fresh graduate dengan sertifikat pendidikan (serdik). Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak mencampurkan pendaftar guru honorer dengan pengabdian belasan hingga puluhan tahun dengan fresh graduate.
Baca Juga:Guru Besar Unnes Takut Diintimidasi, Ini PenjelasanDewan Pertahanan Nasional
"Kami semua sudah mengabdi lama sekali, kami tidak lulus, tetapi tidak ada formasi," ujarnya.
Selama 20 tahun mengajar, Laras menerima gaji Rp 600 ribu/bulan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selain itu, pada beberapa tahun ke belakang, dia juga menerima honor daerah Rp 630 ribu/bulan yang dicairkan tiga bulan sekali.
"Ini tidak hanya saya, belasan tahun mengabdi dengan jadi minim, tetapi pemerintah tidak ada perhatian. Buat beli sabun saja sudah minim. Saya hanya bisa menangis, nasib saya akan seperti apa. Usia makin tua, anak-anak makin besar," tutur dia.
Gunung Es Persoalan Pengangkatan Guru Honorer
Laras bukan satu-satunya yang merasa tidak mendapatkan keadilan dari pemerintah. Data dari Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Demak angkanya lebih tinggi lagi.
Jumlah guru dan tenaga honorer yang belum diangkat menjadi P3K penuh waktu sebanyak 2.185 orang. Padahal, UU No 20 Tahun 2023 tentang ASN mengamanatkan bahwa penataan tenaga honorer harus diselesaikan paling lambat Desember 2024.
Sekretaris Paguyuban Guru Tidak Tetap dan Pegawai Tidak Tetap (GTT BTT) Demak, Agus Prayitno menyebut bahwa seleksi P3K di kabupaten ini menyisakan persoalan. Sebanyak 362 guru dan pegawai yang mengikuti seleksi P3K dinyatakan tidak lulus, padahal mereka telah masuk ke dalam database BKN. Perinciannya adalah 91 guru agama, 192 guru kelas, kemudian 79 teknis yang bekerja di lingkungan sekolah.
"Kami ingin ditindaklanjuti karena mereka sudah belasan tahun mengabdi. Mereka harus mendapatkan kesejahteraan," katanya.
Menurutnya, ribuan guru yang sudah masuk data BKN hari ini hidup dalam ketidakpastian. Agus berharap mereka segera diangkat menjadi P3K penuh, bukan P3K paruh waktu seperti yang sedang dibahas pemerintah akhir-akhir ini.
"Prioritaskan peserta seleksi ASN tahap 1 untuk menjadi P3K. Jangan membuka peluang untuk yang lain," tegasnya.
Pengangkatan Guru Honorer Terhalang Anggaran
Kepala BKPP Demak Herminingsih mengungkapkan bahwa jumlah non-ASN di kabupaten ini pada 2022 sebanyak 4.486. Jumlah tersebut terus berkurang setiap tahun hingga yang terakhir berjumlah 2.185 orang.
Dia mengatakan, seleksi P3K pada akhir 2024 membuka sebanyak 646 formasi sehingga sisa non-ASN pada 2025 diperkirakan sebanyak 1.539 orang. Menurutnya, jumlah ini tergolong sedikit jika dibandingkan dengan sejumlah kabupaten tetangga yang jumlahnya masih 4 ribuan.
"Mau kami membuka formasi yang sebanyak-banyak karena amanat undang-undang harus diselesaikan di Desember 2024. Namun, dalam perencanaan pengadaan ASN itu harus mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah," jelasnya.
UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membatasi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total belanja APBD. Padahal, belanja pegawai di Kabupaten Demak pada 2022 saja jumlahnya sudah 40 persen dari total belanja APBD.
"Mau tidak mau, kita harus bertahap dalam pengadaan ASN. Padahal pada 2024, jumlah ASN yang pensiun hanya 390-an dan pengadaan ASN kita 750, artinya akan bertambah lagi," jelasnya.
Dia meminta kepada guru maupun tenaga honorer di Kabupaten Demak yang belum lolos seleksi P3K pada 2024, tidak perlu khawatir. Kemenpan-RB telah mengumumkan kebijakan pengaktifan tenaga honorer menjadi PPPK Paruh Waktu. Kebijakan ini disampaikan melalui Surat Menteri PAN RB Nomor B/5993/M.SM.01.00/2024.
Jabatan PPPK Paruh Waktu merupakan konsep baru di lingkup ASN pada tahun 2025. Jabatan ini dimaksudkan untuk menampung tenaga honorer yang tidak mendapat formasi agar tetap berstatus ASN. Dengan kebijakan ini, tenaga honorer akan memperoleh Nomor Induk Pegawai (NIP).
"Jadi tidak ada pemberhentian honorer," terangnya.
DPRD Janji Jembatani Aspirasi Honorer
Ketua DPRD Demak Zayinul Fatah berjanji akan menampung aspirasi guru dan tenaga honorer di kabupaten tersebut yang belum diangkat menjadi P3K penuh waktu. Menurutnya, persoalan ini bukan hanya masalah Pemkab, tetapi juga DPRD sebagai wakil rakyat.
"Hari ini saya baru tahu, Demak masih menghadapi problem besar terkait P3K," katanya.
Zayin pun mengkritik BKPP yang selama ini dalam pengajuan formasi P3K ke Kemenpan-RB tanpa melalui konsultasi terlebih dahulu dengan DPRD. Seharusnya, pengajuan formasi mempertimbangkan kebutuhan sehingga dalam proses seleksi bisa terisi semua.
"Kalau melihat yang sudah-sudah kan banyak formasi P3K yang kosong pendaftar," jelasnya.
Terkait beban keuangan daerah dalam pengadaan pegawai, dia pun menyayangkan sikap dari BKPP. Menurutnya, jika APBD memang tidak mencukupi , hal tersebut bisa menggunakan APBN.
"Saya yakin kok, jika ini dibicarakan dengan kepala dingin pasti ada jalan. Kalau ada masyarakat yang belum dapat akses keadilan, ini yang harus kita selesaikan," katanya.
Zayin mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan berangkat ke Jakarta dengan membawa persoalan ini untuk mendapatkan solusi dari Kemenpan-RB. Jika tidak demikian, ribuan guru dan tenaga honorer di Demak akan terus diberi harapan palsu.
"Dengan gaji Rp 350 ribu/bulan, kami tidak bisa membayangkan. Beban daerah seperti apa sehingga guru harus hidup puluhan tahun dengan gaji kecil," jelasnya.
Kontributor : Sigit Aulia Firdaus