SuaraJawaTengah.id - Sosok Ontosoroh, perempuan tangguh yang digambarkan dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, kembali hidup dan menyapa publik dalam bentuk pementasan teater.
Namun kali ini, kisah Ontosoroh tak lagi hadir dalam bingkai kolonial Hindia Belanda, melainkan menjelma sebagai potret perempuan masa kini yang terus berjuang menembus tembok sosial dan hukum yang membelenggu.
Monolog berjudul Paramita dipentaskan Teater HAE Semarang di Gedung Serba Guna Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Rabu (30/4/2025) malam. Pertunjukan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Seabad Pramoedya Ananta Toer.
Disaksikan oleh ratusan penonton, pentas monolog ini menggugah kesadaran dan emosi publik yang hadir, terutama dalam memahami posisi perempuan dalam realitas sosial Indonesia kontemporer.
Baca Juga:Jadi Garda Terdepan, Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Luncurkan Program Kecamatan Berdaya
Pementasan Paramita menjadi refleksi nyata bahwa kisah perempuan seperti Ontosoroh tidak berhenti pada halaman terakhir novel Bumi Manusia.
"Ada banyak sekali perempuan yang berusaha mandiri dan berdaya, meskipun harus meniti jalan berbatu tajam nan terjal pada prosesnya," kata Anton Sudibyo, penulis naskah Paramita, usai pertunjukan.
![Teater HAE Semarang mementaskan monolog berjudul Paramita di Gedung Serba Guna Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Rabu (30/4/2025) malam. [Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/01/87364-teater-hae-semarang.jpg)
Anton, yang dikenal sebagai pendiri Forum Komunikasi Teater Kampus Semarang sekaligus mantan wartawan, menegaskan bahwa Paramita ditulis dengan keyakinan kuat bahwa perjuangan perempuan Indonesia belum usai.
"Kita sepakat menghormati Ontosoroh, yang meski seorang gundik tapi berani melawan kepongahan sistem hukum dan sosial Belanda. Mengapa kita tidak bisa hormat pada perjuangan perempuan masa kini, dengan segala stereotip buruk yang dikonstruksi oleh hukum dan sosial masyarakat kita?" ujarnya.
Naskah Paramita menyampaikan kisah yang sangat dekat dengan kenyataan sosial masa kini. Ia mengangkat kisah anak perempuan dari keluarga miskin yang dijual ke kota demi keuntungan ekonomi.
Baca Juga:Belanja Untung! Promo Indomaret, Tawarkan Diskon Spesial Rp7.500 untuk Produk Kebutuhan Rumah Tangga
Dalam prosesnya, ia menjadi perempuan simpanan pria kaya, pejabat atau dalam istilah kekinian disebut “ani-ani”.