- Simpang Lima dulunya rawa-rawa yang diubah Soekarno jadi alun-alun baru pengganti Kawuman.
- Kawasan ini kini simbol modernitas Semarang yang tetap menjaga keseimbangan nilai sejarahnya.
- Pemerintah berupaya menjadikan Simpang Lima ramah lingkungan dan selaras dengan aspirasi warga.
5. Perubahan Kota Semarang yang Mencolok
Jongki Teo mengaku terkejut melihat perubahan besar Kota Semarang. Jika dulu suasana masih dipenuhi sawah, kebun, dan lingkungan ramah, kini wajahnya berubah drastis dengan banyaknya gedung pencakar langit.
Meski begitu, ia tetap bersyukur kawasan bersejarah masih dipertahankan. Perubahan ini menunjukkan betapa cepatnya Semarang berkembang mengikuti zaman.
6. Harapan Warga terhadap Pemerintah Kota
Baca Juga:Waspada! Semarang Diprediksi Hujan Ringan, Pesisir Jateng Terancam Banjir Rob
Masyarakat berharap perubahan besar di Kota Semarang tetap selaras dengan aspirasi warga. Jongki menegaskan pentingnya pemimpin yang mau mendengar keluhan dan harapan masyarakat.
Ia memberi contoh bahwa Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi (Pak Hendi), dikenal rajin berkeliling menemui warga, berbeda dengan pemimpin lain yang jarang menyerap aspirasi secara langsung.
7. Wajah Baru Simpang Lima: Ramah Lingkungan
Wali Kota Hendi menegaskan komitmennya menjadikan Simpang Lima lebih ramah lingkungan dan ramah warga. Salah satu rencana besarnya adalah membangun underpass agar kawasan ini tidak hanya jadi pusat keramaian, tetapi juga lebih tertata dan nyaman.
Hal ini penting mengingat jumlah kendaraan di Semarang yang semakin banyak dan membuat jalanan padat.
Baca Juga:Balap Sepeda Gunung Lintasan Highspeed di Semarang
Sejarah Simpang Lima Semarang tidak bisa dilepaskan dari keputusan besar di masa lalu, termasuk campur tangan Presiden Soekarno. Dari rawa-rawa sederhana, kawasan ini menjelma menjadi ikon kota yang sibuk dan modern.
Namun, kisah di baliknya mengajarkan bahwa pembangunan kota seharusnya selalu mempertimbangkan nilai sejarah, aspirasi warga, dan keberlanjutan lingkungan.
Kini, Simpang Lima bukan hanya sekadar alun-alun pengganti, tetapi juga simbol perubahan besar Kota Semarang. Kawasan yang dulunya hanyalah rawa-rawa ini menjelma menjadi pusat aktivitas masyarakat, tempat berlangsungnya berbagai acara penting, sekaligus ruang terbuka yang menegaskan identitas kota.
Perubahan tersebut menunjukkan betapa Semarang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa sepenuhnya meninggalkan jejak sejarahnya.
Lebih dari sekadar ruang publik, Simpang Lima adalah titik temu antara sejarah, budaya, dan modernitas yang menyatu dalam satu kawasan. Di sinilah masyarakat bisa merasakan denyut kota yang dinamis, melihat perpaduan bangunan modern dengan tradisi yang tetap terjaga, serta menyaksikan bagaimana aspirasi warga diarahkan untuk membentuk wajah kota yang lebih ramah dan berkelanjutan.
Kontributor : Dinar Oktarini