- Gusti Purbaya, putra Pakubuwono XIII, resmi jadi Putra Mahkota sejak 2022 dan dikenal cerdas serta vokal.
- Lulusan Hukum Undip ini disiapkan memimpin Kraton Surakarta dan menjaga warisan budaya Jawa.
- Kritik sosialnya mencerminkan kepedulian rakyat, simbol generasi bangsawan muda yang progresif.
5. Kritiknya Berangkat dari Kepedulian Sosial
Meski sempat menuai kontroversi, sikap kritis Gusti Purbaya justru memperlihatkan bahwa ia memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Unggahannya dianggap sebagai respon terhadap berbagai masalah yang tengah dihadapi Indonesia, seperti kasus Pertamax oplosan, korupsi timah, bagar laut, hingga tragedi PHK massal di PT Sritex, perusahaan besar yang juga berakar di Solo
Sikapnya itu mencerminkan generasi muda bangsawan yang tak sekadar menikmati status, tetapi juga peduli dengan kondisi sosial-ekonomi rakyat. Dalam konteks sejarah, raja Jawa memang memiliki tradisi “hamemayu hayuning bawana”, yakni kewajiban untuk menjaga dan memperindah dunia. Nilai inilah yang tampaknya masih dipegang oleh Gusti Purbaya.
Figur seperti Gusti Purbaya menjadi pengingat bahwa kraton bukan sekadar simbol masa lalu. Di tangan generasi muda yang berpendidikan dan kritis, kraton bisa menjadi ruang untuk melanjutkan peran sosial budaya yang relevan di masa kini.
Kritiknya terhadap berbagai permasalahan nasional bisa dibaca sebagai bentuk kasih sayang kepada negeri, bukan sekadar kontroversi di media sosial. Ia tumbuh di persimpangan antara tradisi dan modernitas, antara adat dan demokrasi, dan di sanalah tantangan sesungguhnya bagi seorang calon raja muda.
Jika kelak benar-benar naik tahta sebagai Pakubuwono XIV, publik tentu berharap Gusti Purbaya mampu memadukan kearifan lokal kraton dengan semangat perubahan zaman. Sosok muda, berpendidikan hukum, dan berani bersuara ia mungkin menjadi simbol transformasi peran keraton di era modern.
Kontributor : Dinar Oktarini