SuaraJawaTengah.id - Tak pernah terbayang sedikit pun dalam pikiran Tasimun untuk meninggalkan tanah kelahirannya di Dusun Winong, Desa Slarang, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap. Namun jika itu harus terjadi, Tasimun sudah siap sebagai pilihan terakhir.
Kepasrahan tersebut tersirat dari raut wajah Tasimun saat ditemui Kontributor Suara.com di kediamannya pada Jumat (15/11/2019).
Meski berat, perjuangannya selama dua tahun terakhir bersama rekan sedusun untuk menuntut hak hidup tanpa tercemar polusi akibat hasil pembakaran debu batubara dari PLTU Cilacap, masih belum menemukan titik temu.
Pria berusia 45 tahun yang tinggal di RT 01/RW 15 tersebut terlihat pasrah, saat menceritakan kisah yang dialaminya bersama warga lain untuk melawan debu batubara yang tebal ketika musim kemarau datang. Bahkan, meski sudah berulang kali berupaya untuk mencoba berdiskusi dengan pihak PLTU, namun belum mendapatkan jawaban yang pasti.
"Saya bersama teman di sini sampai mendirikan forum Masyarakat Winong Peduli Lingkungan, yang terdiri dari empat RT di dua RW pada dua tahun lalu. Tidak ada ketua di sini. Yang ada hanya masing-masing perwakilan dari tiap RT," katanya saat ditemui di rumahnya.
Tasimun yang kini kesehariannya bekerja di tambang pasir besi ini, mengaku memiliki pendapatan tidak tentu. Pendapatannya semakin berkurang sejak adanya pembangunan PLTU Cilacap yang kedua.
"Dulu, para penambang bisa dapat Rp 250-300 ribu. Tapi sejak adanya pengembangan pembangunan PLTU 2, pendapatan menurun drastis karena lahannya semakin berkurang. Sehari bisa dapat Rp 100 ribu pun sudah beruntung," lanjut bapak tiga anak ini.
Bukan tanpa alasan, ia memutuskan untuk menjadi penambang. Sebelum bergelut mencari nafkah di sungai, dahulunya Tasimun adalah seorang petani. Tetapi, akibat pengembangan pembangunan yang terus dilakukan oleh PLTU berdampak pada kualitas air yang ada.
"Airnya asin mas di sini. Walaupun hanya berjarak puluhan meter dari pantai, dulu sebelum ada pembangunan PLTU air tanahnya tawar dan jernih. Sekarang, keruh dan asin. Oleh sebab itu, saya memutuskan untuk berhenti bertani. Pengaruh ke hasil juga. Terakhir saya bertani tahun 2015," lanjutnya.
Baca Juga: Korban Pencemaran Lingkungan PLTU, Warga Karangkandri Cilacap Marah
Dikatakannya, sebelum pembangunan PLTU tersebut, Masyarakat Dusun Winong dahulunya banyak yang hidup dari bertani. Tetapi, kekinian hanya menyisakan 20 orang dari jumlah penduduk 889 jiwa yang masih bertahan. Hampir semuanya sekarang beralih menjadi pekerja tambang pasir.
"Jika harus pindah dari rumah sini ya sangat berat. Saya secara pribadi terus berjuang. Tapi jika memang harus menjual rumah ya mau tidak mau walau berat. Yang penting harus mendapat penggantian yang layak," tuturnya.
Senada dengan Tasimun, Wardoyo (50), warga lainnya menceritakan hal serupa. Ia yang mendiami Dusun Winong sejak 2007 lalu mulai merasa tidak nyaman dengan polusi udara yang muncul sejak 2010.
"Cuma mulai kerasa parah dan mengganggu sejak dua tahun lalu. Tiap musim kemarau, daun berwarna hitam karena kena debu. Kebetulan saja akhir-akhir ini hujan jadi sedikit segar kembali. Tadinya meja kursi lemari di dalam rumah sering dibersihkan karena debu hitam tebal. Baunya juga menyengat. Yang saya khawatirkan sama anak kecil," katanya.
Ia menceritakan sebelum ada PLTU ada juga sebagian warga yang menjadi nelayan. Tapi saat ini tidak ada sama sekali. Karena tidak ada tempat untuk menepi. Hasil melaut pun berkurang jauh.
"Dulu yang namanya ikan itu mudah sekali dicari. Yang namanya njaring dahulu bisa dapat segala jenis ikan. Sekarang ikan berkurang sekali. Karena saya juga sesekali mancing di pantai jadi tahu kondisi perairan," lanjutnya.
Berita Terkait
-
Korban Pencemaran Lingkungan PLTU, Warga Karangkandri Cilacap Marah
-
Warga Korban Pencemaran Lingkungan PLTU Karangkandri Marah: Kami Sakit!
-
Sedimentasi Sungai Kaliyasa Bikin Warga Sekitar Hirup Bau Tak Sedap Menahun
-
Didesak Tangani Pencemaran Udara, Ini yang Bakal Dilakukan DLH Cilacap
-
Protes Pencemaran Udara PLTU Cilacap, Warga Geruduk Kantor DLH
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Polisi Ungkap Pembunuhan Advokat di Cilacap, Motif Pelaku Bikin Geleng-geleng
-
UPZ Baznas Semen Gresik Salurkan Bantuan Kemanusiaan bagi Warga Terdampak Bencana Banjir di Sumbar
-
3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
-
7 Destinasi Wisata Kota Tegal yang Cocok untuk Liburan Akhir Tahun 2025
-
Gaji PNS Naik Januari 2026? Kabar Gembira untuk Abdi Negara