Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 20 Oktober 2020 | 16:10 WIB
Mahmudi Haryono alias Yusuf (Suara.com/Dafi Yusuf)

Yusuf dan rombongannya dibawa ke sebuah daerah pegunungan. Rombongan Yusuf saat itu dipecah menjadi dua kelompok untuk dibawa ke dua gunung yang berbeda.

"Rombongan kita akhirnya dibagi menjadi dua kelompok karena ada dua gunung yang harus ditempati," ujarnya.

Di Filipina, Yusuf ikut memborbadir perkampungan di daerah target. Saat itu, ia mulai memegang M16 hingga roket.

Selain melakukan kontak langsung, ia mempunyai tugas khusus untuk memetakan daerah-daerah target dan lalu lintas pejuang jihad saat berperang.

Baca Juga: Pandemi Covid-19, Festival Lima Gunung Tetap Digelar

"Saat itu saya yang memetakan. Jadi tempat target dan memasang perangkap itu saya. Seringkali saya harus menjinakan bom tanpa pengaman karena perubahan rencana. Sehingga terpaksa melalui daerah yang sudah dipasang ranjau," katanya.

Hingga akhirnya pada Mei 2002 Yusuf mendapatkan perintah untuk kembali ke Indoneia. Tak mudah baginya pulang ke Indonesia. Ia harus menyamar sebagai TKI agar identtitasnya tak diketahui.

"Saya kembali ke Jombang. Kepulangan saya membuat keluarga saya kaget. Mereka mengira saya sudah meninggal," terangnya.

Setibanya di Indonesia ia tak mendapat perintah untuk membuat konflik atau bom di Indonesia. Ia hanya diberi pesan untuk menghubungi Abu Tholut di Kudus jika membutuhkan pekerjaan.

"Selang beberapa lama, saya memutuskan menghubungi Abu Tholut karena mulai gusar setelah lama di rumah," imbuhnya.

Baca Juga: Kasus Konser Dangdutan, Wakil Ketua DPRD Tegal Segera Disidang

Akhirnya, ia memutuskan untuk bertemu dengan Abu Tholut. Setelah bertemu, Yusuf diberi uang sebanyak Rp20 juta secara cuma-cuma.

Load More