Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 20 Oktober 2020 | 16:10 WIB
Mahmudi Haryono alias Yusuf (Suara.com/Dafi Yusuf)

"Pada 1 Januari 2009 saya menempuh hidup baru. Saya memutuskan untuk menikah," terangnya.

Perjalanannya tak habis disitu saja, Yusuf mencoba mencari kerja yang berhubungan dengan makanan. Kebetulan, ia sudah terlatih membuat makanan.

"Akhirnya saya diterima sebagai karyawan warung makan di Semarang. Saya senang apalagi saat masakannya dipuji enak," terangnya.

Namun nahas, pekerjaan tersebut tak berjalan lama. Tiba-tiba ia dipecat oleh juragan warung makan tempat ia bekerja. Alasannya, karena Yusuf pernah menjadi napi terorisme.

Baca Juga: Pandemi Covid-19, Festival Lima Gunung Tetap Digelar

Setelahhnya, Yusuf memilih untuk membuka warung makan sendiri yang bernama Dapoer Bistik. Dengan berjualan makanan ia bisa menyambung hidup keluarganya.

"Selain itu, saya juga buka bisnis catering. Saya pernah mengirim makanan ke kantor polisi. Beberapa polisi sempat pesan catering saya," ucap pria tiga anak itu.

Seiring berkembangnya waktu, Dapoer Bistik sempat membuka cabang di Solo. Beberapa teman sesama manta napi teroris sengaja ia ajak agar mempunyai penghasilan yang baik.

"Namun, karena keterbatasan biaya dua warung makan tersebut terpaksa tutup untuk sementara. Biaya sewanya tambah naik setiap tahunnya," keluhnya.

Setelah gagal berbisnis makanan, Yusuf tak menyerah. Ia membuat rental mobil yang berjalan beberap bulan. Namun, lagi-lagi usahanya tak berumur panjang.

Baca Juga: Kasus Konser Dangdutan, Wakil Ketua DPRD Tegal Segera Disidang

Meski beberapa kali sudah jatuh bangun dalam berbisnis, ia tak patah arang. Ia masih mempunyai mimpi untuk membuat bisnis makanan.

Load More