SuaraJawaTengah.id - Deretan tenda-tenda darurat didirikan secara mandiri oleh warga Dusun Karag, Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap. Dengan alas dan atap seadanya, mereka bangun di tanggul bantaran Sungai Tipar sepanjang kurang lebih 100 meter.
Panas terik tentu saja dijalani dengan terpaksa pada saat siang hari. Padahal sudah sejak Senin (16/11/2020), mereka berada di tenda pengungsian darurat tersebut.
Berdasarkan pantauan di lokasi, ada warga yang menyulap kendaraan bak terbuka miliknya sendiri menjadi tempat tinggal sementara. Sementara lainnya ada yang memanfaatkan batu kerikil sebagai alas di tepian sungai.
Rodiah (45), warga Dusun Karag menggunakan kendaraan pribadinya sebagai tenda darurat di atas rumahnya. Segala kebutuhan seperti kompor dan peralatan masak lainnya membaur menjadi satu dengan tempat untuk tidur saat malam hari.
Baca Juga:Gandrungmangu Terendam Banjir Hingga 2 Meter, Bantuan Logistik Belum Merata
"Mobil ini biasanya saya pakai buat ngangkut batu bata. Karena itu pekerjaan saya dan suami. Tapi karena perumahan banjir dan pekerjaan berhenti jadi sementara saya gunakan sebagai tempat tinggal sementara," katanya saat ditemui, Jumat (20/11/2020).
Bukan kali pertama ia gunakan mobil bak terbukanya sebagai tempat pengungsian. Pada banjir akhir Bulan Oktober lalu, ia juga menggunakan ini. Selain mobil ia juga memanfaatkan kendaraan motor roda tiga sebagai tempat pengungsian.
"Saya di bak ini bareng sama anak kedua saya dan suami. Kalau anak pertama dan terakhir karena laki-laki tidurnya di bak motor roda tiga," jelasnya.
Ia enggan mengungsi di MI Muhammadiyah Gentasari dengan alasan menjaga barang berharganya. Terlebih ia memiliki hewan peliharaan sapi dan kambing.
"Ya gimana lagi. Saya tidak mungkin meninggalkan hewan ternak saya. Sebenarnya sudah diarahkan oleh tim SAR agar ke tempat pengungsian, namun karena saya punya tanggungan hewan ternak ya sudah disini saja," ujarnya.
Baca Juga:Pos Pantau Gunung Merapi Balerante: Kemarin Pagi Terdengar Gemuruh
Selama hidup 20 tahun di dusun ini, ia baru merasakan banjir setinggi ini. Pada tahun-tahun sebelumnya air hanya lewat saja, tidak sampai menggenang berhari-hari. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selama di pengungsian, ia mengandalkan kiriman makanan dari donatur.
"Baru dapat bantuan nasi rames. Kalau untuk masak sendiri ya alhamdulillah masih ada sisa bantuan sembako banjir sebelum ini. Belum ada bantuan dari pemkab untuk banjir kali ini," ucapnya.
Senada dengan, Rodiah, Painah (54) juga mendirikan gubug tenda darurat di tanggul Sungai Tipar. Ia bersama keluarga adik iparnya tinggal di dalam gubug berukuran kisaran 5x4 meter.
"Keluarga saya ada enam, adik ipar saya ada 5 jadi total 11 orang yang tidur disini. Dicukup-cukupin lah, yang penting bersama-sama," katanya.
Rumahnya, terendam banjir hingga ketinggian 1 meter pada saat hari pertama. Sampai pagi tadi, air sudah mulai surut namun masih tergolong tinggi. Belum bisa untuk ditinggali.
Ia tidak mau menempati lokasi pengungsian karena menuruti keinginan anak. Alasannya di pengungsian lokasinya sempit.
"Anak-anak inginnya disini saja yang dekat dengan rumah. Saya cuma punya barang berharga kulkas, kemarin sudah saya taruh di atas meja pada saat banjir. Mudah-mudahan tidak hujan lagi hari ini," terangnya.
Sementara itu, Nasimun (40) pengungsi lainnya sampai saat ini masih menunggu realisasi bantuan tenda layak dari pihak berwenang yang telah dijanjikan. Ia saat ini tinggal bersama saudara dan anaknya yang berjumlah 13 orang.
"Katanya mau ada bantuan tenda dari pemerintah tapi sampai sekarang tidak ada. Sudah saya tunggu padahal. Akhirnya ini saya buat tenda darurat dari karung padi. Tapi harus beli plastik sendiri untuk atap. Habis Rp 200 ribu," pungkasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, pada saat awal banjir Selasa lalu, pengungsi dengan tenda darurat di bantaran Sungai Tipar mencapai 178 orang. Namun jumlah tersebut semakin berkurang seiring surutnya air di wilayah setempat.
Kontributor : Anang Firmansyah