SuaraJawaTengah.id - Seorang perangkat desa yang juga menjabat sebagai ketua Tim Gugus Covid-19 Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Slamet (46), divonis bersalah dalam kasus penolakan pemakaman jenazah Covid-19 pada Bulan April 2020 lalu. Slamet divonis 6 bulan kurungan penjara oleh Pengadilan Tinggi Jateng
Akibat vonis yang diterimanya, Slamet yang bertugas perangkat desa, dengan dua orang warga yang juga divonis serupa, Tio (35) dan Karno (47) mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
Langkah tersebut mendapat dukungan dari Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Banyumas. Menurut Ketua PPDI Banyumas, Slamet Mubarok, menjelaskan pihaknya telah menyusun dan akan mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi.
"Melalui surat terbuka kepada Bapak Presiden ini, kami Perangkat Desa Kabupaten Banyumas yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Banyumas mengetuk hati dan memohon kepada Bapak Ir H Joko Widodo selaku Presiden RI untuk memberikan kebebasan kepada Slamet atas kasus ini. Serta memberikan perlindungan hukum kepada seluruh Relawan Gugus Tugas Covid-19 dalam melaksanakan tugasnya," kata Slamet Mubarok saat konferensi pers di Balai Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Kamis (18/3/2021).
Baca Juga:Pemkab Pastikan Vaksin Covid-19 di Banyumas Belum Kedaluwarsa
Ia menjelaskan, langkah ini perlu dilakukan karena Slamet menyesali perbuatannya. Semua yang dilakukan Slamet menurutnya bertujuan untuk melindungi warganya. Harapannya yang utama agar Slamet bisa terbebas dari segala tuntutan hukum.
"Oleh sebab itu, ini kami langsung memberikan surat terbuka selain kepada Presiden kepada Ketua DPR RI, DPD RI, Mendagri, Menteri Desa PDTT, Menteri Kesehatan, Kepala BNPB, Gubernur Jateng, dan lainnya," terangnya.
Pihaknya menghormati hukum yang sedang berjalan. Mulai dari 1 April 2020 dari Polres Banyumas sampai proses inkrah. Tuntutan jaksa pada saat itu 6 bulan dan hanya divonis 2 bulan. Jaksa naik banding ke Kejati. Dari situ akhirnya divonis 6 bulan.
"Lalu tanggal 22 Januari kami menerima surat dari MA. Atas kasasi yang diajukan Slamet. Mulai 13 Mei 2020 sampai hari ini statusnya masih tahanan rumah," lanjutnya.
Menanggapi hal tersebut, Slamet tak kuasa menahan tangis saat membacakan permohonannya. Di hadapan awak media, suaranya bergetar dan air matanya mengucur dari kedua matanya tanda ia menyesali perbuatannya.
Baca Juga:3 Jenazah Covid-19 yang Hilang Ditemukan di Pinrang
"Saya tertekan dengan status tahanan rumah ini. Bahkan anak saya sendiri yang kelas 1 SMA sampai segan untuk komunikasi dengan saya, sungguh tidak enak sekali dicap sebagai tahanan rumah," katanya
Ia sangat berharap sekali agar dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Karena niatnya pada saat itu adalah untuk melindungi warganya. Sebagai Ketua Tim Gugus Covid-19 ia memiliki tanggung jawab atas hal itu.
"Saya meminta bebas (dari tuntutan hukum). Saya merasa putusan ini sangat berat sekali. Niat saya waktu itu mengayomi masyarakat. Pemahaman saya saat itu, virus Covid-19 bisa beranak pihak. Jadi saya merasa bertanggung jawab kepada warga saya sebagai tim gugus Covid-19," terangnya.
Sebagai informasi pada saat awal pandemi Covid-19, Kabupaten Banyumas sempat digegerkan dengan adanya penolakan pemakaman pasien Covid-19. Pada saat itu penolakan terjadi sedikitnya di empat wilayah di Kabupaten Banyumas.
Dalam proses hukum yang sudah berjalan terkait kasus penolakan jenazah covid-19, telah ditetapkan 7 tersangka. Namun berkas perkara kasus tersebut dipecah menjadi dua. Empat tersangka dari Desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja ditangani Pengadilan Negeri Banyumas serta tiga tersangka dari Kecamatan Pekuncen ditangani Pengadilan Negeri Purwokerto.
Kontributor : Anang Firmansyah