Satir Masjid Kauman Pindah Tempat Secara Misterius, Salah Satu Masjid Tertua di Grabag Magelang

Bergesernya satir terekam kamera CCTV yang terpasang di sisi tenggara masjid.

Ronald Seger Prabowo
Senin, 14 Februari 2022 | 19:08 WIB
Satir Masjid Kauman Pindah Tempat Secara Misterius, Salah Satu Masjid Tertua di Grabag Magelang
Akhmad Syafii menunjukkan satir Masjid Muqorrobien yang berpindah tempat secara misterius. Sempat menjadi pusat ibadah umat Islam di Grabag. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJawaTengah.id - Beredar rekaman video di media sosial, satir pemisah jamaah laki-laki dan perempuan di Masjid Muqorrobien, Kecamatan Grabag, bergeser tanpa sebab. Beragam spekulasi muncul menanggapi kejadian tersebut.

Marbot sekaligus petugas keamanan, Akhmad Syafii mengatakan, satir bergeser sendiri pada Selasa (8/2/2022), sekitar pukul 11.01 WIB. Bergesernya satir terekam kamera CCTV yang terpasang di sisi tenggara masjid.

Syafii mengaku sempat melewati satir yang diletakkan di sisi utara beranda masjid. Saat itu dia baru selesai menjalankan tugas memutar rekaman murotal dan membuka semua pintu masjid sebelum masuk waktu shalat dhuhur.

"Sebelum waktu dhuhur saya membuka pintu-pintu masjid. Setelah itu saya lewat sini keadaan masih tenang,” kata Syafii di beranda Masjid Muqorrobien, Senin (14/2/2020).

Baca Juga:Wow! Tunjukan Toleransi, Gereja di Magelang Gelar Misa Imlek 2573

Syafii kaget begitu melihat layar monitor CCTV di pos keamanan menunjukkan posisi satir sudah berpindah tempat.

“Saya masuk pos lihat CCTV kok tahu-tahu satirnya sudah bergeser sendiri. Saya putar ulang CCTV, ternyata betul," ucapnya.

Rekaman bergesernya satir Masjid Moqorrobien diunggah akun IG @kotamagelang.id. Beragam komentar muncul menanggapi unggahan tersebut.

Ada yang mengaitkan kejadian tersebut dengan aktivitas makhluk astral. Pendapat lainnya menyebut satir bergeser karena saat kejadian sedang terjadi angin kencang di seputaran Grabag.

Ada kemungkinan satir bergeser karena tertiup angin. Apalagi posisi satir berada di pinggir gang kecil yang diapit oleh bangunan masjid dan rumah tingkat.

Baca Juga:Pasien Covid-19 Magelang Tambah 56 Orang dalam 2 Hari, Isoter Disiagakan untuk Lansia dan Komorbid

Tekanan udara pada jalur yang sempit (bottle neck) bisa saja menimbulkan angin yang mampu mendorong satir. Tapi dibutuhkan angin berkekuatan besar, sebab satir berbahan kayu ini berbobot lebih dari 20 kilogram.

“Kalaupun (disebabkan) ada makhluk selain manusia, ya bisa saja. Mungkin itu angin, ya bisa juga. Tapi saya tidak bisa menyatakan persis itu apa. Saya tidak tahu," ujar dia.

Masjid Muqorrobien dipantau 16 kamera CCTV dari berbagai sudut. Jika bergesernya satir sejauh sekitar 5 meter karena disengaja oleh manusia, pasti tindakan tersebut tertangkap kamera pengawas.

Teori bahwa satir bergeser karena tiupan angin menyisakan kejanggalan. Sebab pada rekaman CCTV tampak saat kejadian, seorang perempuan melintas persisi di samping satir yang sedang bergerak.

Perempuan itu tidak menyadari satir sedang bergerak. Dari rekaman CCTV tidak tampak rambut maupun baju perempuan tersebut bergerak ditiup angin.   

Masjid Moqorrobien tepatnya berada di Dusun Krajan 1, Desa Grabag, Kecamatan Grabag. Masjid ini lebih dikenal warga dengan sebutan Masjid Kauman.

Seperti kebiasaan penamaan tempat di Jawa, kawasan Kauman merujuk pada tempat tinggal para ulama atau pusat aktifitas ibadah Islam. Masjid Kauman sendiri dulu dikenal sebagai masjid jam’i atau masjid besar di Grabag.

Akhmad Syafii mengaku tidak mengetahui berapa persisnya usia dari Masjid Muqorrobien. “Saya kalau masalah usia masjid kok nggak tahu persis ya. Kalau 100 tahun mungkin lebih," paparnya.

Sayang setelah melalui 4 kali pemugaran dan renovasi, masjid ini sudah kehilangan bentuk aslinya. Satu-satunya peninggalan masjid kuno adalah ukiran kayu jati berhuruf Arab dan Jawa kuna yang diletakkan di atas pintu masuk utama.

Menurut Syafii, ukiran itu menunjukkan angka tahun berdirinya Masjid Kauman. Tapi hingga saat ini belum ada orang yang bisa menerjemahkan kalimat dalam ukiran kayu tersebut.

“Itu menunjukkan tempat dan tanggal pembangunan masjid. Tapi ditulis pakai bahasa Jawa kuna. Orang sini nggak ada yang bisa mengartikan. Itu tanggal berdirinya masjid tapi nggak ada yang bisa baca,” ujar Syafii.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini