Darno senndiri berencana menjual dua unit Angkot yang ia miliki karena kondisi di tengah pandemi.
"Dulu Rp100 ribu sampai Rp200 ribu bisa dibawa pulang, kalau sekarang selalu tombok terus. Buat beli BMM saja tidak cukup," jelasnya.
Redupnya bisnis transportasi di Kota Semarang juga dibenarkan oleh Bambang Pranoto Purnomo, Ketua DPC Organda Kota Semarang.
Menurutnya, di tengah pandemi dan maraknya angkutan online, membuat pengemudi dan pemilik Angkot terseok-seok.
Bahkan Bambang menuturkan, kondisi tersebut membuat Angkot di Kota Semarang yang beroperasi berkurang banyak.
"Sebelum pandemi di Kota Semarang ada 2.300 Angkot, sekarang tinggal 1.200 saja. Hal itu menjadi bukti Angkot di Kota Semarang berkurang hampir separuhnya dalam waktu 2 tahun," terangnya.
Selain menuturkan kondisi keberadaan Angkot di Kota Semarang, Bambang menambahkan, guna meningkatkan nasib pemilik dan supir Angkot, Organda tengah mengusulkan ke Pemkot Semarang agar menggandeng para pemilik dan supir Angkot.
"Untuk itu saya mewakili para pemilik dan pengemudi Angkot yang tersisa di Kota Semarang, agar Pemkot Semarang melibatkan pemilik dan supir Angkot menjadi mitra dalam program penyediaan transportasi massal, atau menjadi sub feeder Kota Semarang. Supaya Angkot yang tersisa masih bisa menghidupi pemilik serta pengemudi," tambahnya.
Di sisi lain, Rukiyanto Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang, menyatakan siap meneruskan aspirasi Organda.
Baca Juga:Jokowi Minta Seluruh Pekerja Sektor Industri Dapat Vaksin Booster, Biar Ekonomi Jalan Terus
"Masukan Organda agar bisa menyentuh Angkot melalui program sub feeder tentunya akan kami tampung," imbuhnya.