“Saya ngomong jujur, orangnya itu pendiam. Saya juga kaget. Begitu ada kasus ini (saya) langsung minta dia menyerahkan diri. Harus diselesaikan, kalau secara hukum berarti ke kepolisian," jelasnya.
Muslih menyayangkan kasus ini terjadi di desanya, terlebih melibatkan guru madrasah tempat yang seharusnya aman bagi anak-anak untuk menuntut ilmu.
“Saya itu berharap dengan adanya guru ngaji itu bagi-bagi ilmu ke masyarakat. Di sana (dusun tempat tersangka tinggal) masih jarang guru ngaji. Warga yang lulusan pondok pesantren masih jarang,” ujar Muslih.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Magelang, Panut mengusulkan perubahan mekanisme mengajar sorogan (saling berhadap guru dan murid) di madrasah atau pondok pesantren.
Meminilisir kasus pelecehan seksual di madrasah dan pondok pesantren, Panut meminta murid perempuan hanya diajar oleh guru perempuan, begitu juga sebaliknya.
“Tolong tipologi (cara belajar) bandongan, sorogan atau face to face dipisah laki-laki dan perempuan. Bu nyai ngajar santri perempuan, (mengurangi ) risiko begitu. Ustaz laki-laki dipisah,” ujar Panut.
Selain itu sosialiasi soal pencegahan kekerasan seksual pada anak juga harus semakin masif dilakukan. Memberi pemahaman kepada peserta didik bagaimana harus bertindak jika terancam menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual.
Seorang guru mengaji di Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang diduga melakukan pemerkosaan terhadap anak didiknya. Satu dari 4 korban diperkosa hingga saat ini hamil 4 bulan.
Tersangka berinisial MS (31 tahun) diduga memperkosa 2 orang murid dan mencabuli 2 orang lainnya. Sudah 3 tahun belakangan ini tersangka mengajar mengaji sekitar 90 anak-anak dan remaja di rumahnya.
Baca Juga:Polres Magelang Tahan Guru Ngaji Diduga Cabuli Empat Muridnya
Usai mengajar, tersangka biasanya meminta salah satu murid untuk merapikan ruang pengajian. Situasi itu dimanfaatkan MS untuk memperkosa dan mencabuli 4 korban di waktu yang tidak bersamaan.