Anaknya Jadi Korban Kekerasan Pengasuh Ponpes di Demak, Riko Jalan Kaki Semarang-Jakarta Tuntut Keadilan

Aksi jalan kaki warga Kelurahan Kauman, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang itu dilakukan sejak Jumat (15/7/2022).

Ronald Seger Prabowo
Minggu, 17 Juli 2022 | 16:31 WIB
Anaknya Jadi Korban Kekerasan Pengasuh Ponpes di Demak, Riko Jalan Kaki Semarang-Jakarta Tuntut Keadilan
Riko Mamura Putra (47) saat tiba di Kota Tegal dalam aksi jalan kaki Semarang-Jakarta, Minggu (17/7/2022). [Suara.com/F Firdaus]

SuaraJawaTengah.id - ‎Ayah seorang anak korban kekerasan seksual oleh pengasuh sebuah pondok pesantren (ponpes) terkemuka di Kabupaten Demak, Riko Mamura Putra (47) melakukan aksi jalan kaki dari Semarang ke Jakarta. Aksi itu dilakoni demi mendapatkan keadilan bagi anak perempuannya.

Aksi jalan kaki warga Kelurahan Kauman, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang itu dilakukan sejak Jumat (15/7/2022).

Berangkat dari rumahnya sekitar pukul 07.00 WIB, dia sampai di Kota Tegal pada Minggu dini hari (17/7/2022) sekitar pukul 01.00 WIB. 

"Alhamdulillah‎ sejak perjalanan dari Semarang sampai di Tegal hari ini tidak ada kendala, masih sehat walafiat,‎" ujar Riko saat ditemui Suara.com, Minggu (17/7/2022) pagi sebelum melanjutkan perjalanan.

Baca Juga:5 Fakta Ricky Martin Dituduh Lakukan Kekerasan dan Inses pada Keponakan, Terancam 50 Tahun Penjara?

‎Aksi jalan kaki Riko dari Semarang ke Jakarta didorong oleh kekecawaannya pada persidangan kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang menimpa anaknya.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Demak pada 14 Juli 2022, terdakwa yang merupakan pengasuh ponpes hanya dituntut 10 bulan oleh jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Demak. 

"Tuntutan 10 bulan sangat rendah. Saya merasa terdakwa ada seseorang atau tokoh yang melindungi. ‎Baik itu kekerasan fisik atau seksual terhadap anak di bawah umur harus dihukum sesuai undang-undang. Jaksa harus menuntut maksimal, bukannya menuntut rendah‎," ujarnya.

Sesampainya di Jakarta, Riko ‎berencana menemui anggota Komisi Yudisial (KY). Dia berharap lembaga yang bertugas memantau dan mengawasi perilaku hakim itu bisa membantu perjuangannya dalam mendapatkan keadilan untuk putrinya. 

Dia berharap tiga hakim yang bertugas mengadili bisa menjatuhkan hukuman yang setimpal sesuai Undang-undang Perlindungan Anak pasal 80.

Baca Juga:Korban Kekerasan Seksual Anak 5 Tahun di Bontang Ditangani DPPKB, Pelaku Membantah

‎"Semoga ketiga hakim yang memutuskan hati nuraninya terbuka. Ini ada tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur‎," ujarnya.

Selain ke KY, di Jakarta Riko juga berencana mendatangi Kejaksaan Agung dan berharap bisa bertemu Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dia ingin menyampaikan unek-unek ‎terkait jaksa penuntut umum yang dinilainya tidak maksimal dalam melakukan penuntutan.

‎"Saya ingin sampaikan, jaksa yang menangani kasus ini sudah ketiga kali menangani kasus ‎kekerasan seksual dengan pelaku tokoh atau ulama, dan menuntutnya tidak maksimal. Yang pertama bebas, yang kedua satu tahun, putusannya empat bulan dan akhirnya bebas juga. Yang ketiganya ini juga tuntutannya di bawah satu tahun. Sangat mengecewakan," ujarnya.

‎Perjuangan Riko dalam mendapatkan keadilan untuk anaknya sudah dilakukan sejak 2019. Saat itu dia melaporkan pengasuh ponpes tempat anaknya menimba ilmu agama ke polisi karena melakukan kekerasan fisik dan seksual terhadap anaknya yang saat ini berumur 13 tahun.

Karena kekerasan yang dialaminya, anak semata wayangnya itu juga mendapat trauma healing‎ dan pendampingan psikologis dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Korbannya tidak hanya anak saya. Ada korban-korban lain. Yang sudah disidik, bahkan sudah pra rekonstruksi ada empat orang,” ungkapnya.

Perjuangan Riko dalam kasus yang dilaporkan tersebut mendapat berbagai rintangan karena sosok pelaku merupakan seorang kiai pengasuh dan sekaligus pemilik ponpes terkemuka di Demak. Selain itu, proses penyelidikan kasus di polisi juga berjalan lambat. 

Setelah tiga tahun, pelaku baru ditetapkan sebagai tersangka dan kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Demak untuk disidangkan.‎ Namun sejak ditetapkan tersangka dan mulai disidangkan, pelaku tak ditahan.

Bahkan penanganan kasus sempat dihentikan pada 2021 karena dinilai tidak ada unsur pidana sebelum akhirnya dilanjutkan kembali karena langkah Riko melaporkan penanganan kasus ke Propam Mabes Polri.

Selama proses penyelidikan, Riko juga sempat melakukan aksi jalan kaki dari Semarang dengan tujuan Mabes Polri, Jakarta pada 6 Desember 2021. Hal itu dia lakukan agar polisi serius menindaklanjuti laporannya.

"Waktu itu kasus dihentikan, dan pelaku belum juga ditetapkan jadi tersangka. Itu saya jalan kaki dari Semarang mau ke Jakarta, tapi sampai di Pemalang saya dijemput kasatreskrim Polres Demak, kanit PPA dan penyidik atas perintah dari Kapolres Demak. Dijanjikan kasus akan diproses, sehinggga saya pulang ke Semarang lagi," ungkapnya.

‎Sejak dilaporkan hingga akhirnya disidangkan, Riko menyebut proses penanganan kasus banyak kejanggalan. Salah satunya polisi sempat menyebut kasus yang dilaporkan adalah delik aduan. Selain itu, korban-korban lain yang disebut Riko juga tak dipanggil untuk diperiksa. 

"Padahal kekerasan terhadap anak di bawah umur adalah tindak pidana. Bukan delik aduan. Sejak masa penyelidikan hingga penetapan tersangka dan P21 (berkas kasus dinyatakan lengkap) juga membutuhkan waktu tiga tahun setengah," ujar dia.

Setelah kini kasus yang dilaporkannya akhirnya disidangkan, Riko‎ tak sepenuhnya merasa lega. Sebabnya, pelaku yang sudah menjadi terdakwa dituntut ringan.

"Jadi saya kembali melakukan jalan kaki dari Semarang ke Jakarta agar hakim bisa terbuka mata hatinya dan hukuman yang diputuskan ada efek jera bagi pelaku. Ini juga sebagai contoh bagi masyarakat agar tidak takut melapor dan melakukan tindakan untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran‎," tandasnya.

Tak ada p‎ersiapan khusus yang dilakukan Riko dalam aksi jalan kakinya. Dia juga tak banyak membawa bekal, antara lain berupa dua celana panjang, dua baju koko, satu sarung, dua kopiah, serta sepasang sepatu dan sandal.

Selama menyusuri aspal dan beton jalanan pantura hingga tiba di Kota Tegal, Riko beristirahat saat memasuki waktu salat Dhuhur dan bermalam ‎di sekitar makam ulama. 

"Alhamdulillah sejak perjalanan dari Semarang tidak ada kendala, masih sehat, banyak juga orang yang bersimpati. Istri, anak, ibu saya, dan kakak saya meridhoi saya berjalan kaki. Walaupun sempat khawatir juga, karena yang namanya ikhtiar untuk mendapat keadilan itu pasti banyak kesulitan, tapi saya yakin Allah tidak tidur. Yang hak itu hak, yang bathil akan bathil," tuturnya.

Kontributor : F Firdaus

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini